• 16 hours ago
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, surplus neraca perdagangan Indonesia sepanjang 2024 mencapai USD31,04 miliar. Surplus ini tercatat turun sebesar USD5,84 miliar dari 2023.

Pelaksana tugas (Plt) Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menyampaikan menurunnya surplus neraca perdagangan ini karena neraca perdagangan minyak dan gas (migas) dan non-migas yang juga turun dari 2023.

Adapun neraca perdagangan migas sepanjang 2024 mencapai USD56,80 miliar, atau turun sebesar USD5,35 miliar dari 2023. Sementara itu defisit neraca perdagangan migas mencapai USD20,40 miliar, atau turun 0,49 miliar dari 2023.

Category

📺
TV
Transcript
00:00Intro
00:13Ya pemirsa, Badan Pusat Statistik mencatat surplus neraca perdagangan barang Indonesia pada bulan Desember 2024 mencapai 2,24 miliar dolar AS.
00:23Surplus neraca perdagangan ini tercatat turun sekitar 1,05 persen secara tahunan dan turun secara bulanan sebesar 2,13 persen.
00:38Badan Pusat Statistik mencatat surplus neraca perdagangan barang Indonesia pada Desember 2024 mencapai 2,24 miliar dolar AS.
00:48Pelaksana Tugas atau PLT Kepala BPS Amalia Adini Garwideh Santi menyampaikan, surplus neraca perdagangan ini tercatat turun 1,05 persen secara tahunan dan turun secara bulanan sebesar 2,13 persen.
01:04Adapun surplus neraca perdagangan Indonesia telah berlangsung selama 56 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.
01:12Surplus neraca perdagangan pada Desember 2024 ini ditopang oleh surplus pada komunitas non minyak dan gas,
01:19yang mana komunitas penyumbang surplus utama adalah bahan bakar mineral, lemak, dan minyak hewan abadi, serta besi dan baja.
01:27Neraca perdagangan barang tercatat surplus sebesar 2,24 miliar USD, yang nilainya kira-kira turun sebesar 2,13 miliar USD dibandingkan dengan bulan lalu.
01:44Dengan demikian, neraca perdagangan Indonesia telah mencatatkan surplus selama 56 bulan berturut-turut.
01:56Amalia menambahkan, pada saat yang sama, neraca komunitas migas tercatat defisit sebesar 1,76 miliar USD.
02:04Komunitas penyumbang defisitnya adalah hasil minyak dan minyak bentak.
02:16Ya Pemirsa, untuk membahas tema menarik kita kali ini menjaga tren positif surplus neraca perdagangan di tahun 2025,
02:23kita sudah tersambung melalui Zoom bersama dengan Bapak Gulat M.E. Manurung.
02:27Beliau adalah sebagai DPP Asosiasi Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia, APKASINO.
02:34Halo Pak Gulat, apa kabar?
02:36Udah selalu Mas, siap.
02:37Baik, terima kasih.
02:39Beliau adalah Pak Gulat Manurung, Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia, dan sudah bergabung juga ini.
02:44Berikutnya ada Pak Tauhid Ahmad, Ekonomi Senior Indef.
02:47Halo Pak Tauhid, apa kabar?
02:49Baik, apa kabar Mas Bas?
02:51Ya, sekabar baik juga, terima kasih atas waktu yang disempatkan ini.
02:54Dan langsung saja kita akan mereview apa yang bisa dicermati dari Indef ini,
02:58dari terjaganya surplus neraca perdagangan Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.
03:07Silakan Pak Tauhid.
03:08Ya, saya kira kalau kita lihat ya, memang kita defisit itu di 2019 ya, sebesar minus 3,59 miliar USD.
03:19Tapi kemudian berbaik 2020-2024, surplus bahkan terakhir 2024 sekitar 31,04 miliar USD.
03:29Saya kira ini hal positif.
03:31Yang saya lihat memang kenaikan ini disumbang oleh beberapa komunitas utama kita,
03:38seperti CPO, kemudian batubara, mesin peralatan, dan juga besi dan baja.
03:45Nah ini kalau kita lihat sejak situasi global tidak menentu,
03:51justru komoditas ini menjadi peranan utama kita semakin besar dalam menunjang surplus perdagangan dalam 5 tahun terakhir.
04:02Jadi kalau misalnya gejolak, kalau kita lihat semakin tinggi,
04:06justru sisi lain juga menimbulkan efek positif bagi harga komoditas yang semakin tinggi.
04:12Itu saja sisi positifnya ada.
04:14Meskipun bagi beberapa produk industri, terutama untuk produk-produk kebutuhan konsumen,
04:21mengalami penurunan begitu.
04:24Saya kira ini dua sisi yang terjadi selama 5 tahun,
04:27dan kita apresiasi memang ini kalau kita lihat sejak 2020, 2021 sampai 2024,
04:35surplus membaik meskipun dalam 2 tahun terakhir ini relatif menurun begitu ya.
04:41Yes, itu dia Pak Tauhid. Apa yang bisa kita lihat? Triggernya apa sih?
04:44Kenapa trendnya meskipun surplus terus begitu ya, tapi cenderung turun begitu?
04:49Apakah memang kondisi market globalnya atau memang demand yang sedang menurun atau ada hal lain ini Pak?
04:55Kalau yang pertama kalau kita lihat memang dari beberapa faktor ya.
04:59Faktor pertama adalah faktor harga ya.
05:02Pada waktu 2022-2023, kita ekspor coal itu.
05:08Harga coal itu mendekati angka 400 USD per ton ya.
05:13Saat ini 2 tahun terakhir di angka sekitar 114-115.
05:18Kemudian juga misalnya CPO.
05:202002-2023 katakanlah berada pada rentang sekitar 5.000-6.000 Ringgit Malaysia per ton.
05:31Sekarang sekitar 4.000.
05:32Jadi faktor harga juga pengaruh.
05:35Apalagi nickel yang berkali-kali lipat ya.
05:38Pada waktu di band itu mencapai 45.000 begitu.
05:42Sekarang sekitar 15.000 USD per ton.
05:46Jadi faktor harga itu juga cukup memainkan peran penting.
05:50Yang kedua memang kalau kita lihat adalah penurunan volume growth.
05:55Perdagangan mengalami penurunan yang biasanya sekitar 2,9-3%.
06:03Kemungkinan kalau kita lihat tren datanya ini sekarang sekitar 2,7-2,8%.
06:09Memang ini terjadi sejak katakanlah Rusia pecah perang dengan Ukraine.
06:15Itu sangat mempengaruhi pertumbuhan di beberapa negara ya.
06:19Termasuk apa di Cina yang sangat berpengaruh ke kita.
06:22Baik Pak Tauhid.
06:23Nah Pak Gulat lantas bagaimana sebagai asosiasi petani kelapa sawit Indonesia?
06:27Begitu kan juga melakukan kegiatan eksportasi sawit Indonesia.
06:30Lantas seperti apa kinerja ekspor CPO kita?
06:34Begitu baik kinerja dari sisi hulu maupun hilirlah dalam beberapa tahun terakhir hingga saat ini.
06:40Kalau kita cermati dengan surplus raca perdagangan yang masih terjadi di Indonesia.
06:45Baik terima kasih.
06:46Jadi seperti yang dikatakan.
06:52Halo.
06:54Halo.
06:55Ya silahkan Pak.
06:57Jadi kan seperti kata Mas Tauhid tadi.
07:00Bahwa salah satu membuat surplus perdagangan kita kan adalah minyak sawit kan gitu nih.
07:07Jadi kalau melihat ini harusnya kita menggenjot apa yang disebut dengan produktivitas.
07:14Nah gitu.
07:15Kalau kita melihat ini penting ya.
07:17Kalau melihat kita penting.
07:18Seperti yang pidato Pak Presiden Prabowo kan sudah jelas mengatakan bahwa ini adalah aset negara.
07:25Nah kalau melihat ke belakang saya sebagai petani sawit.
07:28Ada kendala yang cukup-cukup membahayakan bahwa kita melupakan hulunisasi.
07:33Hulunisasi ini adalah sektor perkubunan, produktivitas kubun sawit rakyat khususnya.
07:38Nah di saat yang bersamaan kita mengabaikan itu.
07:42Tetapi kita membutuhkan surplus dari perdagangan dan raca perdagangan dari minyak sawit ini.
07:47Nah kami petani sawit kan sudah jelas bahwa produktivitas kita itu masih antara 25 sampai 35 persen dari yang seharusnya.
07:55Artinya kita punya potensi untuk meningkatkan produktivitas.
07:59Sehingga tidak menjadi kendala untuk menyeimbangkan raca ekspor.
08:03Apa yang mudah ekspor kalau produktivitas CPO kita melalui kebun petani sawit itu angelok.
08:09Nah kendala-kendala ini menjadi penting bagi saya.
08:12Karena memang enggak ada pilihan lain ya.
08:14Enggak ada pilihan lain. Kita ingin mengejar surplus ekspor, menambah divisa negara.
08:19Hanya dengan cara itu gitu loh.
08:21Jadi kalau Mas Tauhid melihat dari segi ekonominya.
08:24Mungkin saya lebih cenderung melihat kami dari sektor hulu yang masih tertati-tati dengan berbagai kendala-kendala yang ada gitu.
08:31Oke. Nah kalau misalnya tadi Pak Tauhid juga menggaris bawahi terkait dengan cenderungan tren turun dari surplus dan raca perdagangan kita adalah
08:39bagaimana dengan harga komoditasnya, kemudian bagaimana terkait dengan pertumbuhan perdagangannya sendiri.
08:45Apakah memang cenderung juga mengalami penurunan begitu di pasar internasional untuk eksportasi CPO kita?
08:51Ya kalau kita, ya Mas Tauhid atau saya?
08:55Ya Bapak. Silahkan Pak Gulan.
08:57Oke. Baik. Kalau saya melihat dari segi ekspor dari 2022, 2020 itu kan naik itu.
09:06Naik sedikit. Tetapi nilai dolarnya itu kan turun drastis.
09:09Sebagai contoh itu 2023, ya 2022 itu kan nilainya itu 2,24.
09:17Nah apa namanya? Sorry. Pada 2022 itu 26,33 juta ton.
09:232023 27,5 juta ton.
09:27Tetapi kalau kita lihat ini, naik volumenya tetapi nilainya berkurang.
09:32Dari 29,75 pada 2022 turun.
09:36Oke.
09:37Menjadi 24,01 miliar US Dolar. Artinya volume ekspor meningkat tapi nilai menurun.
09:43Nah ini yang saya lihat anomali yang kita harus menyeimbangkan.
09:46Apalagi ingat ini kita sudah menghadapi B40 loh ntar lagi.
09:50Ini akan menjadi penekanan daripada volume ekspor kita kalau kita tidak hati-hati
09:57untuk melihat ini sawit sebagai penyeimbang dari neraca perdagangan Indonesia gitu.
10:02Terima kasih.
10:03Baik Pak Gulan. Nah lantas apakah ketidakpastian dari pasar global
10:07akibat konflik geopolitik begitu yang semakin meluas seperti ini menjadi tantangan baru
10:12untuk bagaimana menjaga surplus neraca perdagangan kita.
10:15Kita akan bahas nanti di segmen berikutnya.
10:16Dan Pemirsa, pastikan Anda masih bersama kami.
10:20Terima kasih.
10:5131,04 miliar dolar Amerika.
10:54Memang setelah mengalami defisit dalam 2 tahun terakhir begitu ya kita lihat
10:58sudah mulai naik terus surplus tertinggi di tahun 2022 54,24 miliar dolar
11:03tapi senderung turun dalam 2 tahun terakhir.
11:06Dan berikutnya total nilai ekspor Indonesia di tahun 2024 mencapai 264,77 miliar dolar Amerika.
11:14Ada kenaikan sekitar 2,29 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya
11:19258,77 miliar dolar Amerika Serikat.
11:23Baik kita akan lanjutkan kembali perbincangan bersama dengan Bapak Tauhid Ahmad
11:27Ekonomi Senior Indef kemudian juga Pak Gulat M.E Manurung
11:30beliau adalah Ketua Umum DPP Abkasindo.
11:33Baik Pak Tauhid kalau kita lihat dengan kondisi global
11:37begitu yang memang masih dicermati oleh banyak negara tidak hanya di Indonesia
11:41lantas sejauh mana ini menjadi tantangan bagi kegiatan eksportasi
11:46kemudian untuk menjaga surplus neraca perdagangan kita juga di trend yang positif begitu Pak?
11:51Ya saya kira 2025 memang tahun uji coba ya
11:55terutama mampukah kita menjaga surplus yang neraca perdagangan
11:59dengan Amerika Serikat di tengah perang dagang begitu ya.
12:03Karena kan saya kira kalau kita mengacu pada Trump pertama begitu
12:09waktu itu diterapkan raca dagang memang pada saat itu 2019-2020
12:15kita defisit begitu ya. Artinya bahwa ini juga menjadi pembelajaran.
12:21Nah kalau kita lihat beberapa simulasi maka negara-negara yang kemudian
12:28menggantungkan ekonominya terhadap China ketika trade war itu dilakukan
12:34maka akan terkena dampak begitu ya.
12:37Nah ini yang kemudian bisakah kita memanfaatkan perang dagang ini terjadi
12:43terutama di 2025 ketika Trump memilih.
12:47Karena kenaikan tarif impor 10-20% untuk banyak negara dan 60% untuk China sangat berpengaruh.
12:55Termasuk juga negara antaranya ke Meksiko.
12:59Saya kira ini yang pertama tahun 2025.
13:02Karena meskipun hasil forecast beberapa lembaga
13:05kita sebenarnya masih surplus sekitar 25 sampai katakanlah 30 tahun 2025.
13:15Saya kira itu yang pertama.
13:16Yang kedua adalah di 2025 ada tendensi ekspansi besar-besaran
13:24untuk importasi terutama dari China begitu ya.
13:28Pasar global di produksi China dengan adanya trade war
13:34itu akan terjadi over surplus yang luar biasa besar
13:38sehingga barang murah dan sebagainya ini sudah mulai akan masuk ke kita
13:43akan jauh lebih besar lagi.
13:45Ini kita lihat di Desember yang kemarin juga di Presidis
13:48kita impornya growthnya hampir lebih dari 11%
13:51dan majority adalah barang-barang konsumsi.
13:54Sebagian bahan penolong terutama besi baja, mesin, dan peralatan.
13:58Saya kira ini yang harus kita hadapi.
14:01Yang ketiga adalah untuk beberapa industri
14:05memang mengalami penurunan daya saing dan sebagainya.
14:08Saya kira ini yang kemudian harus dihadapi
14:10misalnya untuk tekstil alas kaki dan sebagainya
14:14yang ini akan juga menghantui bukan hanya pasar ekspor
14:18tapi juga di dalam negeri.
14:20Saya kira itu challenging di 2025.
14:24Lantas Pak Gulat, dari sisi ekspor CPO kita
14:27begitu yang memang masih menjadi andalan pemerintah penerimaan negara
14:31dari sisi eksportasi sendiri bagaimana dengan kondisi geopolitik
14:34begitu yang masih berkepanjangan kita tidak tahu
14:37begitu sampai kapan akan berakhir?
14:41Kalau saya melihat dari segi geopolitik
14:44sudah dibahas sama Pak Tauhid, saya melihat dari geokebijakan.
14:49Saya selalu berpijak bagaimana mungkin kita bisa melakukan ekspor
14:54kalau produktivitas kita tidak seperti yang diharapkan.
14:57Apalagi yang terakhir ini akan muncul lagi namanya
15:00perpres baru tentang ISPO yang sedikit lagi final.
15:03Itu akan menjadi abumerang ketika diwajibkan produk turunan
15:09daripada CPO wajib ISPO.
15:11Seperti misalnya minyak goreng, biodiesel, dan lain-lain.
15:17Sementara permasalahan ISPO ini kalau kami petani sawit
15:21dari 6,87 juta hektare itu baru 60 ribu hektare
15:25atau 0,86 persen yang baru bersertifikasi ISPO.
15:29Kan ini akan hambatan tembok tinggi untuk mencapai
15:33apa yang disebut dengan ekspor.
15:35Yang kedua, coba kita lihat itu permenda 02 tahun 2025.
15:39Kita memahami tujuannya itu adalah untuk menyediakan.
15:42Tetapi sepanjang regulasi itu negatif
15:46dan untuk memacu tersedianya bahan baku untuk diekspor
15:49ataupun bahan produk turunan diekspor
15:51maka kita tidak akan pernah bisa mencapai
15:53seperti apa yang diinginkan oleh Bapak Presiden
15:56pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen.
15:58Harusnya sawit menjadi bargaining.
16:00Coba lihat itu Rusia.
16:02Begitu tidak suka dia kepada sebuah negara
16:04dia tidak ekspor.
16:05Dasnya kenapa kita enggak membuat seperti itu
16:08untuk menjaga pertumbuhan daripada produktivitas sawit Indonesia.
16:12Malah kita membuat aturan-aturan sendiri
16:14yang sebenarnya itu negatif
16:16seperti apa yang diharapkan oleh pemerintah
16:18dalam hal ini Presiden Prabowo.
16:20Kami melihat dari sisi produktivitas saja.
16:23Pak Tauhid, dengan kondisi yang disampaikan tadi oleh Pak Gulat
16:26kira-kira memang perlu apa?
16:28Inovasi baru kah yang perlu dilakukan oleh pemerintah?
16:31Kalau memang tadi saya tanya dengan ISPO saja
16:34ternyata baru sekitar 0,86 persen
16:36yang sudah bersertifikasi ISPO.
16:38Ini lahan-lahan di sawit kita sementara.
16:40Tantangannya ya kita tahu untuk mengenjot
16:42tapi di satu sisi juga ternyata ada satu batu kerikil
16:46yang juga mungkin harus dikasih bersama.
16:50Saya kira begini, memang kalau ISPO
16:52saya kira kan marketnya sebagian besar adalah Uni Eropa.
16:55Uni Eropa mungkin sekitar 12 atau 13
16:58yang paling tinggi 14 persen.
17:00Artinya kalau kita ingin menjaga market Uni Eropa
17:03maka hanya sebesar itulah mungkin
17:06yang kemudian wajib untuk di ISPO.
17:08Tidak semuanya.
17:10Memang pasar usus.
17:11Kalau diberlakukan semua
17:13maka tentu saja kosnya akan semakin mahal.
17:15Konsekuensinya adalah
17:17bukan hanya untuk market luar yang semakin mahal
17:20kita kalah daya saing
17:22di dalam negeri juga akan menanggung resikonya.
17:24Itu yang pertama.
17:26Yang kedua adalah
17:28karena tadi juga disebut
17:30kita sudah akan merapakan B40
17:32mungkin akan terjadi penurunan
17:34untuk ekspor CPU kita ke pasar.
17:37Mungkin akan cenderung turun
17:41mungkin bisa di bawah 25
17:43atau 27 juta ton.
17:45Nah ini yang kemudian
17:47akan menimbulkan konsekuensi
17:49kenaikan harga CPU di tingkat dunia
17:51yang berimplikasi
17:53harga domestik juga akan tergerak naik.
17:55Harga produk turunan CPU
17:58di dalam negeri termasuk minyak goreng
18:00juga akan tergerak naik.
18:01Artinya kalau kemudian
18:03B40 juga harus
18:05harus memikirkan konsumsi untuk pangan
18:07maka harusnya lebih hati-hati
18:09untuk diterapkan
18:11secara meluas
18:13di 2025.
18:15Tanpa melihat konsekuensi bahwa
18:17ada konsekuensi subsidi
18:19ataupun kompensasi yang
18:21diberikan dalam
18:23biodiesel kedepan.
18:25Termasuk tadi bahwa
18:29kita kehilangan pasar ekspor
18:31meskipun defisienya bisa kita hemat
18:33dari penggunaan untuk
18:35terutama biodiesel.
18:37Saya kira ini menjadi kealtaan khusus.
18:39Nah strategi secara umum bagi eksportnya
18:41kira-kira agar efektif juga
18:43menjaga set persenerasaan perdagangan
18:45menghadapi tantangan kondisi global
18:47kemudian bagaimana di dalam negeri
18:49kebijakan yang juga pro growth
18:51sehingga
18:53efektif dalam menghadapi
18:55tahun 2025.
18:57Kalau kita lihat, kita harus membaca
18:59peta potensi pertumbuhan
19:01negara yang growthnya masih tinggi.
19:03Ada misalnya kita surplus
19:05dengan tiga negara utama
19:07yaitu Amerika,
19:09kemudian India, dan Filipina.
19:11Itu yang kemudian punya potensi untuk
19:13ditingkatkan. Apalagi
19:15kalau misalnya ada beberapa negara
19:17yang pertumbuhan ekonominya masih
19:19stabil. Kecuali Cina,
19:21memang mengalami penurunan, tapi di lalah
19:23justru import kita dari Cina jauh
19:25lebih tinggi. Saya kira strategi pertama itu.
19:27Yang kedua
19:29adalah memanfaatkan
19:31situasi efek dari perang
19:33dagang. Kalau kita lihat
19:35sejarah dari perang dagang
19:37seri pertama, banyak
19:39relokasi industri ataupun
19:41rantai pasok
19:43yang semuanya tadinya
19:45bersenter di Cina,
19:47pindah ke dua negara mitra utama
19:49Amerika, yaitu Vietnam dan
19:51Brazil. Saya kira dalam posisi
19:53skenario ini, maka otomatis
19:55di 2025 ini
19:57kita ambil jemput bola
19:59kalau misalnya dari efek kenaikan
20:01tarif 60% ke Amerika
20:03dari Cina,
20:05komoditi apa yang kemudian kita memiliki
20:07daya saing dan kita mengambil
20:09alih perang itu sehingga kita
20:11memiliki potensi pasar nanti yang lebih
20:13besar ke Amerika.
20:15Saya kira yang ketiga
20:17tentu saja kita harus melakukan komunikasi
20:19bilateral dengan Amerika
20:21dengan melihat market
20:23mana yang kosong setelah ditinggalkan
20:25Cina ataupun negara lain yang
20:27kena tarif lebih tinggi, meskipun
20:29kita tahu juga kita sudah
20:31masuk dalam manggota BRICS,
20:33ini kan juga harus perlu dialog bilateral.
20:35Saya kira ini yang paling penting.
20:37Oke, Pak Tauhid. Terakhir, Pak Gulat,
20:39lantas bagaimana harapan, kemudian bagaimana Anda melihat
20:41juga dengan beragam insentif
20:43yang sudah sebenarnya diberikan bagi dunia
20:45usaha, apakah perlu ada satu lagi kebijakan
20:47yang lebih kuat bagi hukumnya, kemudian bisa
20:49mendorong kinerja eksportasi
20:51industri sawit sambil juga memenuhi kebutuhan
20:53di dalam negeri untuk
20:55minyak sawitnya sendiri. Baik,
20:57terima kasih. Jadi yang pertama,
20:59kan tadi Mas Tauhid
21:01sudah menjelaskan bagaimana kinerja ekspor.
21:03Jadi saya mendengar bahwa
21:05akan terjadi evaluasi ulang
21:07B40, dimana B40 ini
21:09hanya diperuntukkan
21:11untuk SPBU, artinya
21:13yang untuk masyarakat.
21:15Artinya kalau ini terjadi berarti
21:17berkurang dari rencana target
21:1915 juta ton, mungkin akan
21:218-9 juta ton
21:23SPBU yang terserap ke
21:25B40. Nah, ini kan menjaga
21:27keseimbangan sehingga memberi relaksasi kepada
21:29ekspor dan menjaga
21:31uang daripada BPDPKS.
21:33Nah, dengan persoalan-persoalan yang
21:35tadi disampaikan Mas Tauhid dan saya juga,
21:37untuk menjaga ini, memang
21:39kita butuh namanya badan
21:41otoritas sawit Indonesia, supaya
21:43semua terkait ke sawit
21:45diatur oleh satu badan, tidak seperti
21:47sekarang. Semua mencampuri
21:49mempengaruhi kebijakan-kebijakan
21:51untuk memacu ekspor. Jadi, badan
21:53otoritas sawit adalah kebijakan strategis
21:55yang memang harus dipikirkan oleh pemerintah
21:57dalam hal ini, Bapak Presiden
21:59Prabowo gitu. Baik, itu dia ya
22:01harapan terkait dengan
22:03kebijakan-kebijakan yang mungkin ditelurkan oleh
22:05pemerintah di tahun 2025
22:07untuk mendukung lagi lebih jauh kinerja
22:09ekspor sejumlah industri termasuk
22:11juga CPO Indonesia.
22:13Baik, Pak Tauhid, terima kasih banyak
22:15atas kehadiran analisis yang sudah Anda sampaikan.
22:17Pak Gulet, terima kasih juga atas update
22:19informasinya kepada pemirsa pada hari ini.
22:21Selamat melanjutkan aktivitas Anda kembali.
22:23Salam sehat. Sampai berjembat kembali, Pak Tauhid.
22:25Pak Gulet, terima kasih.
22:27Baik, Pemirsa, satu jam sudah
22:29saya menemani Anda dalam Market Review
22:31dan berbahari terus informasi Anda
22:33hanya di IDX Channel, Your Trustworthy
22:35and Comprehensive Investment Reference.
22:37Karena urusan masa depan harus
22:39terdepan, aku investor saham
22:41saya Prasetyo Wibowo
22:43beserta seluruh kerabat kerja
22:45yang bertugas pamit unduri.
22:47Terima kasih. Sampai jumpa.
23:15Sub indo by broth3rmax

Recommended