Penolakan terhadap kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% ke 12% kian meningkat jelang 1 Januari 2025.
Masyarakat khawatir kenaikan ini akan memicu lonjakan harga, meski Menkeu Sri Mulyani memastikan kebutuhan pokok tak terdampak. Namun, wacana pengenaan PPN pada barang premium, pendidikan, dan kesehatan tetap menjadi perhatian.
Ekonom menilai kenaikan PPN di tengah lemahnya daya beli dan maraknya PHK berpotensi memperburuk kondisi ekonomi. Mereka mendesak pemerintah menunda kebijakan ini demi menjaga daya beli dan pertumbuhan ekonomi.
Menanggapi hal ini, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menyatakan pemerintah telah mempertimbangkan dampaknya dan optimistis pertumbuhan ekonomi tetap terjaga berkat berbagai insentif.
Masyarakat khawatir kenaikan ini akan memicu lonjakan harga, meski Menkeu Sri Mulyani memastikan kebutuhan pokok tak terdampak. Namun, wacana pengenaan PPN pada barang premium, pendidikan, dan kesehatan tetap menjadi perhatian.
Ekonom menilai kenaikan PPN di tengah lemahnya daya beli dan maraknya PHK berpotensi memperburuk kondisi ekonomi. Mereka mendesak pemerintah menunda kebijakan ini demi menjaga daya beli dan pertumbuhan ekonomi.
Menanggapi hal ini, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menyatakan pemerintah telah mempertimbangkan dampaknya dan optimistis pertumbuhan ekonomi tetap terjaga berkat berbagai insentif.
Category
📺
TVTranscript
00:00:00Tolak! Tolak! Tolak!
00:00:16Rencana kenaikan pajak pertambahan nilai menjadi 12% awal tahun depan
00:00:20menuai reaksi dari masyarakat.
00:00:23Rencana ini melahirkan petisi penolakan
00:00:25yang telah ditanda tangani lebih dari 113 ribu orang.
00:00:28Tidak hanya itu, ratusan pemuda juga menyuarakan penolakan mereka di Jakarta
00:00:33dan meminta agar Presiden Prabowo membatalkan keputusan PPN 12 persen.
00:00:40PPN 12 persen katanya cuma buat barang mewah,
00:00:43menurut saya itu adalah pengaburan aja gitu.
00:00:45Supaya meredam kemarahan teman-teman yang jadinya dianggap biasa aja nih naiknya gitu.
00:00:50Padahal ya, ya itu cuma upaya-upaya apa ya, pengaburan fakta.
00:00:54Kita bisa lihat, minyak yang 11 persen itu cuma minyak kita doang.
00:00:58Emang bisa minyak kita itu menampung semua kebutuhan, demand dari masyarakat semua?
00:01:02Nggak mungkin.
00:01:05Meski PPN naik, pemerintah mengaku tetap melindungi masyarakat, terutama golongan kecil.
00:01:10Sejumlah langkah perlindungan juga telah ditetapkan, salah satu dia bagi penggerak UMKM.
00:01:16Bagi kelompok masyarakat yang tidak mampu, akan dilindungi atau bahkan diberikan bantuan.
00:01:23Disinilah prinsip negara hadir.
00:01:26Ini ases keadilan, akan kita coba terus.
00:01:30Tidak mungkin sempurna, tapi kita coba mendekati untuk terus menyempurnakan dan memperbaiki.
00:01:36Oleh karena itu, meskipun tadi disampaikan oleh Pak Menko undang-undang
00:01:42mengenai HPP, mengenai PPN 12 persen itu diberlakukan,
00:01:47selama ini pemerintah dan DPR di dalam mendesain undang-undang
00:01:53juga memperhatikan atau terus memperhatikan keperbihakan kepada masyarakat tersebut.
00:02:00Beberapa paket insentif kebijakan, yang pertama di sektor UMKM itu
00:02:08pemberian insentif PPH final terhadap UMKM sebesar 0,5 persen
00:02:18yang berlaku selama 7 tahun, itu apa bagi UMKM yang sudah mendapatkan insentif
00:02:25selama 7 tahun di perpanjang masa waktu ini 1 tahun.
00:02:31Pemerintah telah memastikan kenaikan PPN 12 persen pada 1 Januari 2025.
00:02:36Dalam aturannya, PPN 12 persen hanya dikenakan pada barang-barang yang dinilai mewah dan premium.
00:02:42Barang mewah yang dimaksud diantaranya, rumah sakit kelas VIP,
00:02:46pendidikan standar internasional, hingga vitamin dan daging premium.
00:03:00Kepala Badan Kebijakan Fiskal BKF Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu angkat bicara
00:03:05terkait dampak dari penyesuaian PPN 12 persen terhadap transaksi jual-beli masyarakat yang menggunakan QRIS.
00:03:13Febrio menyampaikan, pertama, transaksi melalui QRIS dan sejenisnya
00:03:17tidak menimbulkan beban PPN tambahan untuk customer.
00:03:21Kedua, Febrio menegaskan PPN memang dikenakan atas transaksi yang memanfaatkan fintech, QRIS jadi salah satunya.
00:03:29Ketiga, dengan kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen,
00:03:33tidak ada tambahan beban bagi customer yang bertransaksi via QRIS.
00:03:38Kepala BKF juga menegaskan bahwa beban PPN atas transaksi via QRIS sepenuhnya ditanggung mercant.
00:03:46Sementara itu pemerintah menjamin perekonomian tetap terkendali,
00:03:50usai tarif pajak pertambahan nilai PPN naik menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025.
00:03:56Febrio Kacaribu menjelaskan, inflasi akan tetap dijaga rendah,
00:04:00sesuai target anggaran pendapatan dan belanja negara.
00:04:04Kepala BKF optimis, pertumbuhan ekonomi 2024 diperkirakan tetap tumbuh di atas 5 persen.
00:04:10Salah satu faktor pendorong optimisme itu adalah berbagai stimulus yang telah disiapkan pemerintah.
00:04:16Antara lain, paket stimulus bantuan pangan, diskon listrik, buruh fabrik tekstil,
00:04:21pakaian, alas kaki, dan furniture tidak bayar pajak penghasilan setahun.
00:04:26Tak hanya itu, pembebasan PPN rumah dan lain-lain tersebut akan menjadi bantalan kuat bagi masyarakat.
00:04:33Kenaikan tarif PPN 12 persen pada 2025 diperkirakan bisa meningkatkan inflasi hingga ke level 4,11 persen.
00:04:41Sebagai catatan, inflasi per November 2024 tercatat sebesar 1,55 persen year on year.
00:05:03Pemirsa, di tengah tingginya penolakan masyarakat akan kebijakan PPN menjadi 12 persen,
00:05:08nyatanya pemerintah tetap mengumumkan kebijakan ini akan berlaku mulai awal tahun 2025.
00:05:14Mengapa demikian? Ikutin perbincangannya kali ini bersama saya Prisosom Podatuh
00:05:18dan Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
00:05:33Halo Bapak, maaf mengganggu. Apa kabar Pak Gabriel?
00:05:37Baik, baik, baik. Silahkan, silahkan.
00:05:41Pak, kita mau ngobrol-ngobrol ya, karena kan pemerintah sudah menetapkan kebijakan PPN menjadi 12 persen ini akan berlaku di awal tahun.
00:05:49Nah, detailnya seperti apa? Pak Gabriel, kita ngobrolnya dimana nih Pak?
00:05:53Oh iya, saya akan jelaskan dengan detail. Kita ke ruangan saya aja.
00:05:58Oke Pak.
00:05:59Oke ya, yuk monggo silahkan.
00:06:03Kali ini kita akan langsung saja berbincang bersama dengan Bapak Febrio Nathan Kecaribu
00:06:16yang merupakan Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
00:06:20Sehat ya Pak?
00:06:21Sehat.
00:06:22Terima kasih Bapak.
00:06:23Sehat, akhirnya kita berjumpa kembali.
00:06:27Tapi mungkin ini ada nih Pak yang di masyarakat menuai ragam kontra atau penolakan,
00:06:36tetapi tetap akhirnya pemerintah memutuskan berlaku sesuai rencana awal tahun 2025,
00:06:43PPN menjadi 12 persen. Mengapa?
00:06:46Jadi saya juga berharap ini memang kebijakan yang memperhatikan banyak sekali aspirasi dari masyarakat
00:06:56dan juga bahkan termasuk anggota DPR.
00:07:01Jadi pemerintah memang mengikuti perkembangan yang terjadi
00:07:06dan kita merespon terhadap kebutuhan dan sentimen yang disuarakan oleh masyarakat.
00:07:12Untuk pajak ini sebenarnya kan kita pahami pajak ini adalah bentuk gotong royong kita dalam bernegara.
00:07:21Kita tahu bahwa pajak ini sesuai dengan konstitusi dan sesuai dengan undang-undang,
00:07:27ini adalah kewajiban kita semua.
00:07:30Tetapi tidak berhenti di sana.
00:07:33Pajak itu harus adil.
00:07:35Apa artinya adil?
00:07:37Artinya masyarakat yang mampu itu membayar pajak.
00:07:42Sesuai dengan undang-undang, sesuai dengan kewajibannya.
00:07:45Masyarakat yang kurang mampu tidak bayar pajak dalam banyak konteks
00:07:52dan bahkan masyarakat tidak mampu dilindungi oleh negara.
00:07:56Makanya kita melihat banyak sekali dari belanja yang kita lakukan setelah penerimaan pajak dikumpulkan,
00:08:03ini digunakan untuk belanja bagi kesejahteraan masyarakat.
00:08:07Ketika kita melakukan belanja, kita lihat prioritasnya,
00:08:11biasanya prioritas pertama dari pemerintah dalam menyusun belanja itu
00:08:15adalah memastikan bahwa kelompok miskin dan rentan terlindungi.
00:08:19Jadi ini tadi kembali ke asas bahwa pajak itu adalah gotong royong,
00:08:24pajak itu harus adil, yang mampu bayar pajak,
00:08:28yang tidak mampu bahkan dilindungi oleh negara.
00:08:31Nah ini untuk apa? Ini semua adalah untuk kesejahteraan masyarakat.
00:08:35Nah inilah yang menjadi dasar, menjadi asas bagi kita selalu
00:08:40dalam melakukan kebijakan perpajakan.
00:08:43Nah untuk apa yang sudah kita umumkan,
00:08:47kami juga terus melihat bagaimana penerimaannya di masyarakat
00:08:52dan juga di kalangan usaha.
00:08:56Kami memantau ini cukup diterima dengan baik.
00:09:00Kenapa? Karena memang juga dengan sentimen tadi yang disuarakan oleh masyarakat,
00:09:05kita pastikan bahwa masa-masa transisi ini akan disertai
00:09:11oleh bantalan yang cukup signifikan.
00:09:15Kita memberikan kebijakan stimulus bagi kesejahteraan masyarakat
00:09:20dalam berbagai bentuk.
00:09:22Kemarin sudah kita umumkan dalam press conference
00:09:26Bu Menteri Keuangan bersama dengan Menko Perekonomian
00:09:30dan beberapa menteri yang terkait.
00:09:32Kemarin kita umumkan bahwa untuk rumah tangga,
00:09:36terutama ada bantuan pangan untuk 16 juta keluarga
00:09:42dan itu diberikan selama 2 bulan.
00:09:46Lalu kemudian ada juga diskon listrik untuk pelanggan yang 2.200 VA ke bawah,
00:09:55ini sekitar 80-an juta pelanggan di sana,
00:09:59itu mendapatkan juga diskon tagihan listriknya 50% selama 2 bulan juga.
00:10:06Lalu kita juga berikan untuk masyarakat juga kalau dia beli tepung terigu,
00:10:13lalu kalau beli minyak goreng, minyak kita terutama ya,
00:10:17itu kita berikan juga PPN DTP 1%,
00:10:21jadi kita berikan bantalan.
00:10:23Bahkan juga termasuk kita berikan bagi tenaga kerja,
00:10:29tenaga kerja kita tahu ada yang PHK gitu ya,
00:10:34kita pastikan mereka juga mendapatkan bantalan.
00:10:37Kalau nggak salah itu manfaatnya sekitar 60% dari gaji
00:10:42untuk manfaat kalau untuk kelihatan pekerjaan.
00:10:46Lalu kemudian kita juga berikan kemudahan-kemudahan
00:10:49bagi teman-teman kita yang PHK untuk mengakses program-program prakerja.
00:10:54Nah, di samping itu kita juga melihat banyak masyarakat juga menyuarakan
00:11:00tentang daya beli dari kelompok kelas menengah.
00:11:04Nah, maka kita lihat contohnya adalah tenaga kerja
00:11:09di sektor padat karya, khususnya tekstil,
00:11:14lalu sepatu, las kaki,
00:11:17lalu juga sektor kurnitur,
00:11:21itu kita berikan PPH 21 DTP.
00:11:26Jadi pemerintah membayar PPH-nya kepada pemerintah sendiri,
00:11:33jadi ditanggung oleh pemerintah.
00:11:34Yang sebelumnya itu ditanggung sendiri oleh sektor padat karya?
00:11:39Ini kan dalam measure selama transisi ini,
00:11:41supaya memberikan bantalan bagi masyarakatnya,
00:11:45PPH 21 DTP.
00:11:48Ini khusus untuk pekerja sektor padat karya tadi,
00:11:54dan ini diberikan untuk yang pendapatannya 10 juta ke bawah.
00:11:59Yang tadinya harus ditanggung sendiri,
00:12:01saat ini dibayarkan oleh pemerintah negara ya?
00:12:03Iya, selama setahun ke depan.
00:12:05Banyak lagi, contohnya lagi mungkin bisa saya sebutkan juga
00:12:09untuk kelas menengah kita berikan untuk membeli rumah komersil,
00:12:14yang harganya sampai 5 miliar,
00:12:18tetapi 2 miliar pertama kita berikan PPN DTP.
00:12:22Itu sebanyak, nanti kita bisa jelaskan lagi.
00:12:25Baik, sebenarnya banyak sih mulus,
00:12:28ataupun bantalan-bantalan yang juga dipersiapkan oleh pemerintah
00:12:31untuk mengantisipasi dengan adanya PPN ini.
00:12:35Kalau dilihat, sebenarnya kenaikan hanya 1 persen.
00:12:38Mengapa pemerintah lebih memilih untuk,
00:12:40ya sudah, menaikkan PPN menjadi 12 persen,
00:12:43dibandingkan tidak usah melakukan bantalan-bantalan tadi.
00:12:47Seberapa efektif sebenarnya ini akan mendongkrak fiskal
00:12:50dari kita sendiri dengan PPN 12 persen ini?
00:12:54Baik, lagi-lagi ini kan bukan semata-mata
00:12:58demi kita mengumpulkan pajak,
00:13:01lalu menaikkan penerimaan.
00:13:03Tidak berhenti di situ.
00:13:05Kenapa kita ingin dan perlu punya fiskal yang cukup?
00:13:11Itu adalah untuk keselamatan masyarakat.
00:13:14Kenapa? Karena APBN ini, tadi kita lihat,
00:13:16selalu ada, kita kumpulkan penerimaannya, terutama pajak,
00:13:19ada sekitar 80 persen penerimaan kita itu dari pajak,
00:13:22kita gunakan untuk belanja, untuk pembangunan,
00:13:26dan menciptakan kesejahteraan masyarakat.
00:13:28Apa ini yang kita sudah capai?
00:13:30Dan ini sudah memang kita buktikan dalam bertahun-tahun
00:13:33kita kelola APBN kita,
00:13:35pemanfaatannya itu se-efektif mungkin,
00:13:38bagaimana jumlah lapangan kerja harus terus bertambah,
00:13:42tingkat pengangguran terus turun,
00:13:44sekarang kita ada di 4,6 persen tingkat pengangguran kita sekarang,
00:13:48bahkan misalnya kalau kita lihat dalam 2 tahun terakhir,
00:13:53setiap tahun kita menciptakan 4,7 juta
00:13:58jumlah orang bekerja baru, jadi lapangan kerja baru.
00:14:01Itu pun lebih tinggi dibandingkan kalau dibanding sebelum COVID misalnya.
00:14:07Nah, kita harus pastikan bahwa uang yang dikumpulkan
00:14:11sebagai penerimaan negara digunakan dengan belanja yang efektif
00:14:15untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat tadi.
00:14:17Orang yang bekerja semakin banyak,
00:14:19orang yang miskin juga harus semakin berkurang.
00:14:22Nah inilah kenapa kita membutuhkan penerimaan,
00:14:26jadi untuk itu.
00:14:28Nah, kalau kita lihat dari sisi tarif,
00:14:33PPN kita ini sekarang ada di 11 persen.
00:14:37Banyak negara, khususnya kalau kita bandingkan negara berkembang,
00:14:42seperti Indonesia, dan juga beberapa negara yang kita bandingkan
00:14:46antara negara-negara ASEAN dan G20,
00:14:50ini biasanya negara-negara yang kita pilih untuk kita bandingkan dengan Indonesia.
00:14:53Contoh misalnya kalau negara G20 yang bisa kita bandingkan itu
00:14:58kita dengan Brazil, kita dengan India, kita dengan Argentina, misalnya ya.
00:15:04Ini tarif PPN mereka lebih tinggi daripada Indonesia.
00:15:07Jadi jangan dibandingkan dengan Vietnam yang kemarin katanya turun ke 8 persen.
00:15:11Nah, itu nanti saya jelaskan.
00:15:13Kenapa? Mungkin nanti saya akan ke sana.
00:15:16Tapi dalam konteks kita melihat bagaimana
00:15:21masing-masing negara ini berhasil menggunakan uang yang dikumpulkan
00:15:26untuk kesisatan masyarakatnya, itu yang akan kita terus lakukan.
00:15:30Jadi sama seperti negara Brazil, India,
00:15:34ketika dia mengkolek penerimaannya,
00:15:37dia gunakan untuk mengentaskan kemiskinan,
00:15:40dia gunakan untuk menciptakan lapangan kerja.
00:15:42Nah, hal yang sama kita lakukan.
00:15:44Saat ini kita lihat bahwa tarif kita ada di 11 persen untuk PPN-nya.
00:15:48Brazil, saya lupa mungkin sekitar belasan persen berapa di atas kita,
00:15:53nanti silahkan ditunjukkan, ada nanti ditunjukkan data-datanya ya.
00:15:57Lalu Argentina juga di atas kita, India juga di atas kita.
00:16:01Nah, Vietnam.
00:16:03Vietnam ini, tarif PPN-nya itu normalnya adalah di 10 persen.
00:16:11Lalu, ketika COVID kemarin,
00:16:14mereka memberikan insentif dengan menurunkannya menjadi 8 persen,
00:16:19bukan untuk semua sektor, itu hanya beberapa sektor saja.
00:16:23Kalau dia umumkan kemarin, misalnya dia turunkan itu perpanjangannya,
00:16:28penurunan ini diperpanjang selama 6 bulan,
00:16:32itu nilai insentifnya itu kalau dihitung sekitar 15 triliun rupiah.
00:16:3915 triliun rupiah.
00:16:40Kalau kita hitung nilai rupiahnya ya.
00:16:42Nah, saya ingin, karena ini pertanyaan bagus sekali.
00:16:46Vietnam itu, kalau dibandingkan dengan Indonesia,
00:16:50dalam hal insentif perpanjangannya seperti apa?
00:16:54Nah, maka saya akan cerita sedikit tentang insentif perpanjangan di Indonesia.
00:16:58Kita setiap tahun mendokumentasikan insentif perpanjangan
00:17:05yang diberikan oleh negara kepada masyarakat,
00:17:07bentuknya banyak sekali.
00:17:09Dan yang menikmati manfaatnya itu mulai dari rumah tangga,
00:17:14UMKM, perusahaan-perusahaan, dan juga sektor demi sektor.
00:17:18Nah, kita punya namanya laporan belanja perpanjangan,
00:17:23di mana kita dokumentasikan secara detil, kita hitung secara cermat
00:17:27berapa sih nilai insentif perpanjangan yang diberikan oleh pemerintah
00:17:31bagi masyarakat secara keseluruhan selama satu tahun.
00:17:35Nah, kebetulan kemarin kita baru rilis laporan belanja perpanjangan ini,
00:17:39di mana di sana ada estimasinya bahwa selama satu tahun
00:17:43semua insentif perpanjangan ini untuk 2025 nanti,
00:17:47sudah kita estimasi, itu nilainya adalah 445 triliun rupiah.
00:17:55Ini mungkin jarang didengar oleh masyarakat.
00:17:57Ini naik dari 2024 atau?
00:17:59Naik. 2024 itu sekitar di bawah 400.
00:18:04Nanti bisa tunjukkan datanya ya, tahun 2023 juga lebih rendah.
00:18:08Nah, yang ingin saya ceritakan adalah, saya akan kasih contoh-contohnya.
00:18:12Misalnya, kalau masyarakat beli beras,
00:18:17mau belinya di pasar tradisional, belinya di pasar modern,
00:18:23itu sama saja, PPN-nya 0%.
00:18:26Kalau masyarakat beli daging, mau dagingnya harga 50 ribu sekilo,
00:18:33harganya 100 ribu sekilo, 200 ribu sekilo,
00:18:36bahkan mungkin ada harga daging yang 1 juta per kilonya,
00:18:39semuanya PPN-nya 0%.
00:18:42Masih 0%?
00:18:43Masih 0%.
00:18:44Nanti ada peluang untuk dinaikkan mungkin yang harganya 1 jutaan,
00:18:47beras yang premium?
00:18:49Boleh, itu nanti saya ceritakan.
00:18:51Nah, tapi inilah bentuk insentif-insentif yang sangat banyak itu.
00:18:54Misalnya, kalau kita naik kenderaan umum,
00:18:58tarif yang kita bayar atau tiket yang kita bayar untuk naik bis,
00:19:03itu misalnya, itu tidak ada PPN-nya, itu juga 0%.
00:19:06Kalau kita bayar listrik, itu tidak ada PPN-nya.
00:19:11Kalau kita bayar SPP sekolah, tidak ada PPN-nya.
00:19:16Kalau kita ke rumah sakit, bayar jasa dokter, perawat,
00:19:20perawat inap, tidak ada PPN-nya.
00:19:22Jadi, ini semua, kalau kita hitung, satu tahun,
00:19:26kalau tadi saya bilang jumlahnya nilainya adalah 445 triliun satu tahun,
00:19:31untuk PPN saja, itu nilainya 265 triliun rupiah.
00:19:38Nah, 265 triliun rupiah ini, kalau boleh saya jabarkan sedikit lagi,
00:19:4377 triliun itu adalah untuk makanan itu tadi,
00:19:47beras, daging, sayur, kebutuhan pokok,
00:19:51itu 77 triliun nilai PPN yang tidak kita pungut dari masyarakat.
00:19:55Lalu, kalau kita bicara UMKM, UMKM itu tidak bayar PPN,
00:20:01terutama yang 4,8 miliar ke bawah,
00:20:05omsetnya itu tidak ada PPN-nya.
00:20:07Maka, itu nilai yang kita hitung satu tahun untuk PPN
00:20:12yang tidak dibayar oleh UMKM itu tadi, 61 triliun.
00:20:16Nah, kalau kita jumlah semuanya tadi, ada kesehatan,
00:20:19transportasi, pendidikan, listrik,
00:20:24itu totalnya 265 triliun setiap tahun
00:20:28tidak kita pungut dari masyarakat.
00:20:30Tapi memang apakah itu harus dipungut?
00:20:32Kalau menurut tarifnya normal PPN kan harusnya sama.
00:20:36Jadi, kalau kita beli pakaian, itu kena tarif PPN-nya 11 persen.
00:20:41Berarti ini sebenarnya jatohnya adalah insentif ya Pak ya?
00:20:43Ini diputuskan oleh pemerintah bersama DPR
00:20:46untuk memberikan insentif kepada masyarakat sebesar 265 triliun setahun.
00:20:51Tadi Pak Febrio mengatakan nilai insentif untuk tahun 2025
00:20:54ada kenaikan dari dibawah 400 triliun rupiah
00:20:57menjadi sekitar 445 triliun rupiah.
00:20:59Apakah ini tidak bisa?
00:21:01Tetap, tetapi pajak tadi yang menjadi 12 persen
00:21:04misalnya tidak diberlakukan, itu impact-nya akan seperti apa Pak?
00:21:07Nah, sekarang di sini kita bicara tentang aspek keadilan tadi.
00:21:12Kita tahu bahwa kita butuh fiskal untuk kesejahteraan masyarakat.
00:21:17Untuk pemerintah membangun fasilitas umum.
00:21:21Pemerintah membangun, memastikan pendidikan
00:21:24yang 20 persen dari belanja kita setiap tahun itu untuk pendidikan,
00:21:29itu bisa kita biayai.
00:21:30Untuk puskesmas sampai ke kecamatan, itu bisa kita biayai.
00:21:35Nah, pertanyaannya sekarang, siapa yang akan membiayai itu?
00:21:38Jawabannya adalah warga negara Indonesia.
00:21:41Sesuai dengan kesepakatan kita sebagai bangsa dan negara,
00:21:46kita punya konstitusi, kita punya undang-undang.
00:21:49Nah, di sana, tapi penting sekali, harus adil.
00:21:52Maka sekarang kita tanya, kalau yang mampu, bayar pajak.
00:21:56Kalau yang tidak mampu, dilindungi oleh negara.
00:21:59Jadi kembali lagi ke keadilan tadi.
00:22:01Berbicara soal keadilan, Pak Febrio dan juga Pemirsa,
00:22:04pasti juga banyak yang bertanya-tanya,
00:22:05sebetulnya apa saja yang terkena PPN 12 persen?
00:22:08Barang mewah yang dimaksud ini seperti apa?
00:22:10Udah saja kita ulas, Pak Febrio.
00:22:12Tetaplah bersama kami, Pemirsa.
00:22:14Dengan jalan ini, kami lanjutkan usai jadwal berikut ini.
00:22:35Pemerintah memastikan tetap mengenakan kenaikan PPN 12 persen
00:22:39tahun depan hanya bagi produk barang mewah.
00:22:42Namun pemerintah dianggap gampang atas keputusan tersebut
00:22:45mengingat sebelumnya pemerintah telah memperpanjang
00:22:48insentif atas barang mewah melalui kebijakan insentif PPN
00:22:53ditanggung pemerintah hingga insentif pajak penjualan barang mewah
00:22:57atau PPNBM.
00:23:00Bahwa pemberian insentif PPN DTP dan PPNBM
00:23:03bukan ditujukan untuk mengantisipasi kenaikan PPN 12 persen.
00:23:08Namun lebih kepada untuk menaikkan perekonomian
00:23:11melalui stimulus kepada sektor perumahan hingga otomotif
00:23:14pada kuartal keempat tahun ini hingga tahun depan.
00:23:18Dengan demikian, dua kebijakan berbeda tersebut
00:23:21dilakukan untuk menciptakan dampak berbeda di perekonomian.
00:23:26Presiden Prabowo Subianto sebelumnya juga telah memastikan
00:23:30kenaikan PPN hanya akan diterapkan pada barang mewah.
00:23:33Nantinya peraturan teknis pengenam PPN tersebut
00:23:36takkan ditindaklanjuti Menteri Keuangan
00:23:39yang akan menertibkan aturan teknis.
00:23:51Pemerintah memastikan tarif pajak pertambahan nilai atau PPN
00:23:56naik dari 11 persen menjadi 12 persen
00:23:59mulai 1 Januari 2025.
00:24:02Tarif PPN 12 persen tak hanya berlaku untuk barang mewah
00:24:07seperti yang sebelumnya disampaikan pemerintah.
00:24:11Kementerian Keuangan atau Kemenkeu mengatakan
00:24:14kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen
00:24:17berlaku untuk seluruh barang dan jasa
00:24:20yang selama ini dikenakan tarif 11 persen.
00:24:23Artinya, kenaikan PPN menjadi 12 persen
00:24:26akan berlaku untuk barang dan jasa yang biasa dibeli masyarakat
00:24:30mulai dari sabun mandi, makanan siap saji di restoran
00:24:33pusat telepon, tiket konser hingga
00:24:36layanan video streaming seperti Netflix.
00:24:40Kemenkeu menegaskan bahwa hanya ada 3 barang pokok
00:24:43yang tak terdampak kenaikan tarif PPN
00:24:46mulai 1 Januari 2025
00:24:49yaitu minyak goreng curah pemerintah dengan merek Minyak Kita
00:24:53tepung terigu serta gula industri
00:24:56Ketingganya, tetap dengan tarif lama 11 persen
00:25:00Lantas, bagaimana cara menghitung harga barang dan jasa
00:25:04yang dikenakan PPN 12 persen?
00:25:08Rumus untuk menghitung PPN adalah
00:25:10dasar pengenaan pajak dikali tarif PPN
00:25:13Adapun, dasar pengenaan pajak DPP
00:25:16adalah harga barang atau jasa yang diserahkan penjual kepada konsumen
00:25:21Misalnya, kita ingin membeli barang seharga 2 juta rupiah
00:25:25dan tarif PPN yang berlaku sebesar 11 persen
00:25:29maka PPN yang harus dibayar adalah 220 ribu rupiah
00:25:33Angka tersebut didapati dari 11 persen dikali 2 juta rupiah
00:25:38Dengan demikian, total harga yang harus dibayarkan konsumen
00:25:42menjadi 2.220.000 rupiah
00:25:47Jika PPN naik menjadi 12 persen
00:25:49maka PPN yang perlu dibayar untuk harga barang 2 juta rupiah
00:25:54adalah sebesar 240.000 rupiah
00:25:58Angka tersebut didapat dari 12 persen dikalikan 2 juta rupiah
00:26:03sehingga total harga yang dibayar
00:26:05menjadi 2.240.000 rupiah
00:26:14Terima kasih Bapak Mir, sana masih bersama kami
00:26:16dan kita masih akan berbincang bersama dengan
00:26:18Pak Febrio Nathan Kejaribu,
00:26:20Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan
00:26:23Pak Febrio, yang menjadi pertanyaan juga
00:26:25sebetulnya apa saja sih yang terkena PPN menjadi 12 persen
00:26:29barang mewah yang dimaksud ini seperti apa?
00:26:32Pertama, PPN 12 persen ini berlaku secara umum
00:26:37Nah, sekarang kita masuk ke aspek keadilan tadi
00:26:42Tadi kan saya sebut ada daging yang harganya 50 ribu per kilogram
00:26:50PPN-nya 0 persen
00:26:52Kalau harganya 200 ribu, PPN-nya juga 0 persen
00:26:56Kalau harganya 1 juta per kilogram, PPN-nya tetap 0 persen
00:27:01Saat ini?
00:27:02Saat ini
00:27:03Nah pertanyaannya, apakah itu adil?
00:27:06Karena kalau kita lihat, mungkin masyarakat belum tahu
00:27:11bahwa ada daging yang harganya 1 juta per kilogram
00:27:15dan itu PPN-nya 0 persen
00:27:17tampaknya wajar kalau kita minta keadilan
00:27:20dimana wajar sekali kita minta yang mampu bayar pajak
00:27:25yang belum mampu, itu tetap kita berikan perlindungan
00:27:29Jadi, wajar kalau kita bilang
00:27:31mungkin yang mewah seperti daging yang sangat mahal itu
00:27:35harusnya bayar PPN
00:27:36Nah, itu akan kita lakukan
00:27:38Demikian juga kalau kita bilang misalnya
00:27:40kalau kita ada sekolah
00:27:45sekolah yang SD negeri, 0-1 pagi
00:27:50Johar baru misalnya dimana gitu ya
00:27:54SPP-nya kan biasanya hampir nggak ada
00:27:56atau bahkan kalaupun ada, dia bayarnya mungkin uang berapa ribu rupiah
00:28:00Apalagi PPN 0 ya?
00:28:02PPN-nya 0
00:28:03Lalu kalau ada sekolah misalnya
00:28:06yayasan tertentu di kelurahan tertentu
00:28:10yang juga mungkin bukan bagi masyarakat yang terlalu mampu
00:28:14mungkin oleh yayasan
00:28:16lalu dipungut 10 ribu, 20 ribu SPP satu bulan
00:28:21Kita yakin bahwa itu PPN-nya harusnya 0%
00:28:24karena itu untuk masyarakat yang kurang mampu
00:28:27dan juga sangat membantu untuk mendukung pendidikan nasional
00:28:31Tapi kalau ada sekolah internasional
00:28:33SPP-nya mahal sekali gitu ya
00:28:36dan juga kita tahu bahwa
00:28:38siswa yang datang ke sana adalah
00:28:41dari keluarga yang sangat mampu
00:28:43mungkin PPN-nya sebaiknya tidak 0%
00:28:46Ini yang sedang kita desain
00:28:48sehingga semakin menunjukkan bahwa pajak itu harusnya adil
00:28:52Baik, tapi sejauh ini
00:28:54itu kan misalnya tadi untuk sekolah internasional
00:28:57belum berlaku
00:28:58Berarti masih sama dengan sekolah negeri
00:29:02yang biaya sekolahnya juga cukup rendah
00:29:04masih sama-sama 0
00:29:06Ketika nanti berlaku untuk yang sekolah internasional misalnya
00:29:09akan langsung terkena 12%
00:29:12Bukan dari 11 menjadi 12%
00:29:14tapi langsung 12 yang tadinya 0
00:29:16Apakah itu nantinya dirasa tidak memberatkan?
00:29:19Ini kelompok yang sangat mampu
00:29:22Ini kelompok yang sangat miskin
00:29:25dan perlu dukungan, perlu perlindungan negara
00:29:28Jadi masalah keadilan yang kita lihat
00:29:31Kita bersyukur bahwa di Indonesia ini
00:29:35kita punya anggaran APBN kita itu
00:29:381 tahun belanjanya 20% selalu untuk pendidikan
00:29:42Kita melihat bahwa masih kita berjuang
00:29:46untuk membiayai gaji guru
00:29:48Kita berjuang untuk memberikan bantuan operasional sekolah
00:29:51Kita bangun sekolah-sekolah, infrastruktur
00:29:54sampai ke desa-desa
00:29:56Masih banyak yang harus kita perbaiki
00:29:59Gedungnya belum terlalu baik
00:30:01Sekolah itu, kursi-kursinya
00:30:03sudah pada kualitas yang bisa diandalkan apa tidak
00:30:07Ini akan terus kita lakukan
00:30:09Nah, akan tetapi lagi-lagi bentuk gotong royong
00:30:11Bagi yang mampu, apalagi yang sangat mampu
00:30:14Wajar kalau kita berharap mereka membayar pajak
00:30:18Baik, itu kalau untuk pendidikan
00:30:20Nah, untuk yang kesehatan
00:30:22Kalau yang BPJS tentunya tidak dikenakan
00:30:25BPN jadi 12%
00:30:27Tetapi mungkin nanti sama seperti
00:30:29Soal daging tadi ya
00:30:31Kalau yang perawatannya VIP
00:30:33Nah, itu seperti apa?
00:30:35Ya, ini yang kita siapkan
00:30:37Bersama dengan Kementerian Kesehatan
00:30:40Kita akan siapkan kebijakannya dengan cepat
00:30:44Tetapi logikanya kurang lebih sama
00:30:46Kalau kita lihat BPJS ini
00:30:49Bahkan sekitar 90 juta PBI
00:30:54Itu iuran BPJS-nya
00:30:57Ditanggung oleh pemerintah
00:30:59Jadi jelas ini adalah
00:31:01Masyarakat miskin dan rentan
00:31:03Sekitar 40% termiskin dari Indonesia
00:31:06Itu yang kelompok desil 1, 2, 3, dan 4
00:31:10Pemerintah negara memutuskan untuk melindungi
00:31:14Mereka dan membayar
00:31:16Bahkan membayar iuran BPJS-nya
00:31:20Nah, di sana juga
00:31:22Setelah itu, maka masyarakat membayar
00:31:24Ini saja sudah bentuk gotong royong
00:31:26Nah, tetapi ketika kita bicara tentang pajak
00:31:29Masyarakat yang jelas perlu kita lindungi
00:31:31Adalah masyarakat yang miskin dan rentan
00:31:33Yang harus kita lindungi
00:31:34Nah, di sisi lain
00:31:36Kalau kita bicara tentang
00:31:38Layanan kesehatan yang premium
00:31:40Yang harganya mungkin relatif sangat tinggi
00:31:44Dibandingkan kelas BPJS tadi
00:31:46Mungkin layak untuk kita
00:31:48Desain kebijakannya
00:31:50Bersama nanti dengan Kementerian Kesehatan
00:31:52Mana yang layak kita kenakan PPN
00:31:55Memang ini masih di-design, Pak
00:31:56Tapi kalau berbicara soal kesehatan
00:31:58Ini kan menyangkut nyawa
00:32:01Ya, kesehatan biasanya nomor satu
00:32:04Nah, ini agak sulit dibedakan
00:32:06Mana yang termasuk mewah
00:32:09Karena terkadang orang demi kesehatan itu
00:32:11Rela melakukan pinjaman mungkin
00:32:13Dan terlihat mampu
00:32:15Padahal ini dibela-belain
00:32:16Karena untuk kesehatan
00:32:17Untuk mungkin ada yang punya preferensi
00:32:19Tidak menggunakan BPJS dan lain sebagainya
00:32:21Nah, apakah nantinya juga ada
00:32:23Skema bahwa
00:32:25Asalkan mampu membayar
00:32:27Yang tergolong premium
00:32:29Meskipun dengan segala upaya dilakukan
00:32:31Agar bisa mendapatkan perawatan
00:32:33Sebaik-baiknya itu
00:32:35Saya rasa nanti cukup detail ya
00:32:37Dan relatif cukup bisa dibandingkan
00:32:39Mana yang harusnya mendapatkan
00:32:41Dukungan pemerintah
00:32:43Mana yang sebaiknya mulai berkontribusi
00:32:45Bayar pajak
00:32:47Dengan waktu yang kurang dari
00:32:49Satu bulan itu
00:32:51Kemungkinan akan tercapai ya Pak
00:32:53Kemudian secara spesifik kan
00:32:55Pembelakuan PPN menjadi 12% ini
00:32:57Boleh dijelaskan Pak
00:32:59Untuk mengejar income atau membatasi produk tertentu
00:33:01Atau dua-duanya
00:33:03Lagi-lagi tadi kita melihat
00:33:05Bahwa fiskal itu
00:33:07Kita gunakan untuk
00:33:09Belanja untuk kesehatan masyarakat
00:33:11Jadi semakin besar
00:33:13Penerimaan negara
00:33:15Semakin besar ruang bagi negara
00:33:17Untuk bisa menciptakan kesehatan
00:33:19Bagi masyarakat
00:33:21Menciptakan lapangan kerja, menurunkan pengangguran
00:33:23Kemudian mengurangi kemiskinan
00:33:25Memberikan bantuan kepada
00:33:27Masyarakat miskin dan rentan
00:33:29Kita berikan bantuan pangan
00:33:31Kita berikan pelatihan kerja
00:33:33Kita berikan
00:33:35Kredit usaha rakyat
00:33:37Yang sekitar 200-300 triliun
00:33:39Satu tahun
00:33:41Kita berikan juga subsidi pupuk
00:33:43Sekitar 40 triliun
00:33:45Satu tahun
00:33:47Kita berikan juga subsidi BBM
00:33:49Subsidi listrik
00:33:51Ini nilainya sekitar
00:33:53400 triliun satu tahun
00:33:55Lalu juga kita berikan tadi
00:33:57Insentif PPN
00:33:59265 triliun
00:34:01Satu tahun, itu semua masyarakat
00:34:03Menikmati, kita juga berikan
00:34:05Namanya program keluarga harapan
00:34:07Yang kita harapkan
00:34:09Bisa membantu kelompok miskin dan rentan
00:34:11Keluar dari kemiskinan
00:34:13Jadi semua belanja ini
00:34:15Ditambah lagi kita akan harus bangun
00:34:17Jalan raya, kita bangun
00:34:19Fasilitas umum, kita bangun
00:34:21Kita gaji sekolah, kita gaji guru
00:34:23Kita gaji nakes dan sebagainya
00:34:25Semua ini membutuhkan
00:34:27Ruang fiskal
00:34:29Dan ruang fiskal ini ada dalam
00:34:31Gotong royong kita bersama-sama
00:34:33Dari mana datangnya?
00:34:3580% penerima negara itu dari pajak
00:34:37Jadi kalau kita
00:34:39Menaikan penerima negara
00:34:41Itu bukan demi menaikan
00:34:43Penerima negaranya saja
00:34:45Tetapi demi supaya kita bisa menciptakan
00:34:47Kesejahteraan
00:34:49Jadi kesejahteraan itu akan dicapai
00:34:51Kalau penerimaannya juga
00:34:53Sesuai target dan maksimal digunakan
00:34:55Betul, nah memang
00:34:57Kita harus selalu pastikan
00:34:59Bahwa belanja kita semakin efektif
00:35:01Makanya Pak Prabowo
00:35:03Sangat spesifik
00:35:05Sebenarnya menunjukkan dengan
00:35:07Visi beliau
00:35:09Dengan astacita
00:35:11Bagaimana kalau kita lihat
00:35:13Dari belanja negara
00:35:15Selama ini, sekarang
00:35:17Beliau banyak yang
00:35:19Semakin fokus ke arah
00:35:21Sektor-sektor
00:35:23Yang menyangkut kepentingan
00:35:25Rakyat banyak
00:35:27Beliau sangat
00:35:29Jelas penekanannya
00:35:31Pada ketahanan pangan
00:35:33Bagaimana kita menciptakan
00:35:35Suasembada pangan
00:35:37Beras, jagung
00:35:39Dan sebagainya, sehingga masyarakat
00:35:41Terjaga daya belinya
00:35:43Dan juga terjaga kepastian
00:35:45Untuk ada bahan pangan
00:35:47Di Indonesia
00:35:49Kita menciptakan
00:35:51Sawah lebih banyak
00:35:53Supaya ke depan kita bisa
00:35:55Lebih suasembada
00:35:57Kita pastikan irigasi
00:35:59Dam yang sudah dibangun
00:36:01Bendungan yang sudah dibangun
00:36:03Kita pastikan sampai
00:36:05Ke hilirnya, sampai ke sawahnya
00:36:07Itu butuh
00:36:09Investasi, membangun
00:36:11Jalur irigasi yang
00:36:13Dari primer sampai tersiernya
00:36:15Sampai ke sawah
00:36:17Itu benar harus disampaikan
00:36:19Lalu kita juga melihat
00:36:21Bagaimana beliau menekankan
00:36:23Sekali tentang ketahanan energi
00:36:25Kita punya
00:36:27Kebutuhan untuk listrik
00:36:29Dengan pertumbuhan ekonomi
00:36:31Dengan kebutuhan masyarakat
00:36:33Untuk menciptakan lapangan kerja
00:36:35Dibutuhkan listrik
00:36:37Maka listriknya juga harus dipastikan ada
00:36:39Kita pastikan
00:36:41Penciptaan listrik-listrik baru
00:36:43PLT-PLT baru
00:36:45Itu terus akan terjadi
00:36:47Ini membutuhkan uang
00:36:49Membutuhkan investasi
00:36:51Lalu kita juga melihat bagaimana
00:36:53Ketahanan energi ini
00:36:55Juga membutuhkan
00:36:57Ketersediaan bensin
00:36:59Pertalite, Pertamax
00:37:01Ketersediaan solar
00:37:03Ketersediaan, kita juga sekarang
00:37:05Ingin mengembangkan lebih jauh
00:37:07Seuai dengan arahan Pak Presiden
00:37:09Untuk hilirisasi dari
00:37:11Komoditas-komoditas ini
00:37:13Ini semuanya membutuhkan
00:37:15Investasi dan kenapa kita
00:37:17Melakukan ini lagi-lagi untuk meningkatkan
00:37:19Taraf hidup masyarakat untuk
00:37:21Kita ketahanan pangannya
00:37:23Terjadi, ketahanan energinya terjadi
00:37:25Tetapi taraf hidup masyarakat juga
00:37:27Meningkat dalam waktu bersamaan
00:37:29Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
00:37:31Ataupun taraf hidup dari masyarakat
00:37:33Nah dengan PPN menjadi
00:37:3512% dengan skema-skema
00:37:37Yang sudah disampaikan tadi
00:37:39Sebenarnya berapa sih Pak
00:37:41Efektivitas penerimaan
00:37:43Dan memberikan
00:37:45Dampak untuk ruang fiskal ketika ini
00:37:47Diberlakukan, ada target?
00:37:49Ini bukan masalah target ya
00:37:51Ini tapi estimasi
00:37:53Kalau kita
00:37:55Hitung, ini sekitar
00:37:5770 sampai 75 triliun
00:37:59Tambahan PPN
00:38:01Yang akan didapatkan
00:38:03Di tahun 2025
00:38:05Tapi tadi ingat
00:38:07Kita ketika transisi ini
00:38:09Diimplementasikan pun
00:38:11Pemerintah sudah langsung
00:38:13Menyiapkan bantalan
00:38:15Nah bantalan tadi itu ada mulai dari
00:38:17Bantuan pangan selama 2 bulan
00:38:19Diskon listrik tadi selama 2 bulan
00:38:21Lalu PPHDTP
00:38:23Untuk tenaga kerja
00:38:25Di sektor padat karya
00:38:27Tadi ya, tekstil
00:38:29Alas kaki
00:38:31Furnitur, itu kita
00:38:33Berikan pajaknya
00:38:35PPH21
00:38:37Ditanggung oleh pemerintah selama setahun
00:38:39Untuk yang 10 juta ke bawah
00:38:41Kita juga berikan
00:38:43Diskon PPN
00:38:45Untuk masyarakat beli rumah
00:38:47Kita juga berikan
00:38:49Bantuan
00:38:51Masyarakat yang PHK
00:38:53Kita juga berikan bantalannya disana
00:38:55Kita juga berikan
00:38:57PPN DTP untuk beli
00:38:59Terigu sama minyak kita
00:39:01Itu juga diberikan
00:39:03Dengan banyaknya insentif
00:39:05Yang tadi kita siapkan itu
00:39:07Itu juga
00:39:09Membutuhkan belanja
00:39:11Nah itu sekitar
00:39:1330 sampai 40 triliun
00:39:15Tapi kalau misalnya ada yang bertanya
00:39:17Bahwa itu kan hanya bantalan yang
00:39:19Sesaat ada yang tadi yang hanya 1 tahun
00:39:21Sementara ini kebijakan ya akan berlaku
00:39:23Cukup panjang dan
00:39:25Kemungkinan tahun depan naik lagi
00:39:27Misalnya, nah
00:39:29Nanti ruang untuk evaluasi
00:39:31Kemudian adakah cara lain
00:39:33Untuk menaikkan pajak untuk pemasukan negara
00:39:35Selain ini nanti akan kita ulas
00:39:37Di satu segmen terakhir, kita jedah terlebih dahulu
00:39:39Kami kembali pemirsa, usai pariwara berikut
00:39:41Tetaplah bersama kami
00:39:59PPN tahun depan akan naik
00:40:01Sebesar 12 persen
00:40:21Undang-undang tentang
00:40:23Harmoni peraturan perpajakan
00:40:25Ini sesuai dengan
00:40:27Jadwal yang telah ditentukan
00:40:29Tarif PPN
00:40:31Tahun depan akan naik sebesar
00:40:3312 persen
00:40:35Per 1 Januari
00:40:37Namun
00:40:39Barang-barang yang dibutuhkan oleh
00:40:41Masyarakat
00:40:43Ini PPNnya
00:40:45Diberikan fasilitas
00:40:47Atau 0 persen
00:40:49Meskipun kita menerapkan
00:40:51PPN 12 persen
00:40:53Secara selektif
00:40:55Secara selektif
00:40:57Karena banyak sekali
00:40:59Barang jasa yang bahkan tidak
00:41:01Bayar PPN
00:41:03Kami memberikan
00:41:05Insentif perpajakan
00:41:07Itu dalam magnitude
00:41:09Yang sangat besar
00:41:13Sementara barang-barang yang dikenakan
00:41:15Pajak mencakup beras dan buah premium
00:41:17Daging premium seperti wagyu
00:41:19Dan kobe yang nilainya mencapai
00:41:21Jutaan rupiah, ikan premium
00:41:23Seperti salmon dan tuna premium
00:41:25Aneka udang dan krustasea premium
00:41:27Seperti king crab
00:41:29Juga terkena kenaikan pajak
00:41:31Selain bahan kebutuhan pokok premium
00:41:33Jasa pendidikan premium seperti
00:41:35Pendidikan standar internasional
00:41:37Dikenakan kenaikan pajak
00:41:39Jasa pelayanan kesehatan medis premium
00:41:41Seperti rumah sakit kelas VIP
00:41:43Dan listrik pelanggan rumah tangga
00:41:45Dengan daya 3500
00:41:47Hingga 6600 volt ampere
00:41:49Sejumlah bantuan untuk masyarakat
00:41:51Berpengasilan rendah
00:41:53Telah disiapkan pemerintah
00:41:55Di antaranya
00:41:57Bantuan dengan berupa beras
00:41:5910 kilogram per bulannya
00:42:01PPN 1%
00:42:03Ditanggung pemerintah
00:42:05Untuk tepung terigu, gula industri
00:42:07Dan minyak kita
00:42:09Pemerintah juga akan memberikan diskon tarif listrik
00:42:11Sebanyak 50%
00:42:13Untuk daya listrik hingga
00:42:152200 volt ampere selama 2 bulan
00:42:17Yaitu bulan Januari
00:42:19Dan Februari 2025
00:42:21Sementara
00:42:23Untuk kelas menengah
00:42:25Pemerintah juga menyiapkan sejumlah insentif
00:42:27PPN ditanggung pemerintah
00:42:29Untuk properti dengan nilai maksimal
00:42:315 miliar rupiah
00:42:33Skemanya dari Januari
00:42:35Hingga Juni 2025
00:42:37Pemerintah menanggung 100% PPN
00:42:39Sementara pada Juli hingga Desember
00:42:412025
00:42:43Pemerintah menanggung 50%
00:42:45PPN ditanggung pemerintah
00:42:47Untuk otomotif
00:42:49Khususnya kendaraan hybrid atau listrik
00:42:51Insentif PPH
00:42:53Ditanggung pemerintah
00:42:55Untuk pekerja padat karya
00:42:57Dengan gaji sampai 10 juta rupiah
00:43:01Pemerintah juga akan mengoptimalkan
00:43:03Jaminan kehilangan pekerjaan
00:43:05Baik dalam bentuk tunai maupun pelatihan
00:43:07Seperti BPJS ketenaga kerjaan
00:43:09Dan kartu prakerja
00:43:11Pemerintah juga akan memberikan relaksasi
00:43:13Atau diskon 50%
00:43:15Atas iuran jaminan kecelakaan kerja
00:43:17Khusus industri padat karya
00:43:19Untuk UMKM
00:43:21Pemerintah memberikan insentif berupa
00:43:23Perpanjangan masa berlaku PPH final
00:43:250,5%
00:43:27UMKM dengan omset dibawah 500 juta
00:43:29Dibebaskan PPH
00:43:31Ada skema pembiayaan industri padat karya
00:43:33Misalnya adalah
00:43:35Untuk keringanan pembelian mesin
00:43:37Ada subsidi 5%
00:43:39Dari kebijakan
00:43:41PPN 12%
00:43:43Pemerintah berpotensi menyerah penerimaan negara
00:43:45Senilai 75 triliun rupiah
00:43:47Proyek si tersebut
00:43:49Lebih besar dari penerimaan negara
00:43:51Saat pemerintah menaikkan PPN
00:43:53Dari 10% menjadi 11%
00:43:55Di tahun 2022
00:43:57Yang mencapai
00:43:5960 triliun rupiah
00:44:01Adapun pemerintah mentargetkan
00:44:03Penerimaan negara dari PPN
00:44:05Dan PPNBM pada
00:44:07Tahun 2025
00:44:09Senilai 945,12 triliun rupiah
00:44:13Target penerimaan tersebut
00:44:15Berasal dari PPN dalam negeri
00:44:17Sebesar 609,5 triliun rupiah
00:44:21Dan PPN import
00:44:23308,74 triliun rupiah
00:44:27Selain itu
00:44:29Pemerintah juga mentargetkan penerimaan
00:44:31Pajak penjualan barang mewah
00:44:33Dalam negeri mencapai
00:44:3578 triliun rupiah
00:44:37PPNBM import
00:44:395,8 triliun rupiah
00:44:41Dan PPN atau
00:44:43PPNBM lainnya
00:44:45Senilai 10,7 triliun rupiah
00:44:57Kebijakan kenaikan pajak
00:44:59Pertambahan nilai atau PPN 12%
00:45:01Yang akan mulai berlaku
00:45:03Pada 1 Januari 2025
00:45:05Menuai keresahan di masyarakat
00:45:09Pasalnya jasa sistem pembayaran
00:45:11Masuk ke dalam objek pengenaan
00:45:13PPN 12%
00:45:15Sehingga muncul kekhawatiran
00:45:17Transaksi pembayaran melalui
00:45:19Quick Response Code Indonesia Standard
00:45:21Atau KRIS hingga e-money
00:45:23Juga akan terdampak
00:45:25Menjawab keresahan di masyarakat
00:45:27Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
00:45:29R.Langgahartarto menegaskan
00:45:31KRIS tidak akan dikenakan PPN 12%
00:45:53Biaya atas jasa transaksi
00:45:55Pengisian uang elektronik
00:45:57Atau dompet digital
00:45:59Yang akan dikenai PPN 12%
00:46:07R.Langgah juga memastikan transaksi
00:46:09Menggunakan debit card e-money
00:46:11Hingga transaksi kartu lainnya
00:46:13Juga tidak akan terkena dampak
00:46:15Kenaikan PPN jadi 12%
00:46:17Sementara itu Direkturat Jenderal Pajak
00:46:19Memastikan biaya atas jasa transaksi
00:46:21Pengisian uang elektronik
00:46:23Atau dompet digital
00:46:25Yang akan dikenai PPN 12%
00:46:29R.Langgah juga memastikan transaksi
00:46:31Pengisian uang elektronik
00:46:33Atau dompet digital
00:46:35Yang akan dikenai PPN 12%
00:46:37Sementara itu Direkturat Jenderal Pajak
00:46:39Memastikan biaya atas jasa transaksi
00:46:41Pengisian uang elektronik
00:46:43Atau dompet digital
00:46:45Yang akan dikenai PPN 12%
00:46:51Dwi menegaskan jasa atas transaksi
00:46:53Uang elektronik dan dompet digital
00:46:55Selama ini telah dikenakan PPN
00:46:57Kebijakan ini berdasarkan peraturan
00:46:59Menteri Keuangan nomor 69
00:47:01Tahun 2022
00:47:03Tentang pajak penghasilan dan pajak
00:47:05Pertambahan nilai atas penyelenggaraan
00:47:07Teknologi finansial
00:47:09Artinya penyelenggaraan jasa sistem
00:47:11Pembayaran bukan merupakan objek
00:47:13Pajak baru
00:47:15Tim Liputan Ainews melaporkan
00:47:23Terima kasih Pembiara Sonda kembali bersama kami
00:47:25Dan kita sudah sampai di segmen terakhir
00:47:27Bersama dengan Kepala Badan Kebijakan Fiskal
00:47:29Febrio Natan Kacaribu
00:47:31Pertanyaan berikutnya
00:47:33Apakah ada cara lain selain menaikkan pajak
00:47:35Untuk pemasukan negara
00:47:37Kalau pajak itu ada aspek
00:47:39Kebijakannya
00:47:41Dalam hal ini tarif
00:47:43Lalu siapa yang
00:47:47Menjadi wajib pajaknya
00:47:49Itu sisi kebijakannya
00:47:51Di sisi lain ada juga
00:47:53Kepatuhan pajak
00:47:55Ini sisi administrasi
00:47:57Sisi administrasi ini pun sebenarnya
00:47:59Terus akan ditingkatkan
00:48:01Jadi selain kita memperbaiki
00:48:03Kebijakannya kita juga
00:48:05Terus perbaiki
00:48:07Administrasinya
00:48:09Salah satu yang cukup
00:48:11Milestone yang cukup besar
00:48:13Inisiatif untuk meningkatkan
00:48:15Perbaikan dari administrasi
00:48:17Ini itu adalah nanti
00:48:19Akan di launch
00:48:21Sistem Cortex
00:48:23Cortex ini adalah
00:48:25Lebih banyak mungkin
00:48:27Cukup lengkap
00:48:29Sistem digitalisasi
00:48:31Yang semakin kuat
00:48:33Dalam administrasi perpajakan
00:48:35Ini akan membuat efisiensi
00:48:37Dari administrasi
00:48:39Perpajakan itu akan semakin baik
00:48:41Dan harapannya itu akan meningkatkan juga
00:48:43Tax ratio
00:48:45Rasio penerimaan perpajakan
00:48:47Dalam beberapa tahun ke depan
00:48:49Kita lakukan sekarang ini
00:48:51Adalah aspek kebijakannya
00:48:53Terutama dalam konteks keadilan tadi
00:48:55Nah yang ingin juga
00:48:57Saya ceritakan bahwa
00:48:59Kita sudah pernah menaikkan
00:49:01Tarif PPN
00:49:03Tahun 2022
00:49:05Waktu itu
00:49:07Bulan April 2022
00:49:09Kita naikkan dari 10
00:49:11Menjadi 11
00:49:13Lagi-lagi itu adalah amanat undang-undang
00:49:15Bahwa tanggal 1 April
00:49:17April 2022 kita naikkan
00:49:1910 menjadi 11
00:49:21Dan undang-undang yang sama juga mengatakan
00:49:23Paling lambat 1 Januari
00:49:252025 naik dari
00:49:2711 menjadi 12
00:49:29Saya ingin flashback sedikit waktu kita
00:49:31Menaikkan dari 10 ke 11
00:49:33Itu April 2022
00:49:35Tahun 2022
00:49:37Secara keseluruhan itu bukan
00:49:39Tahun yang mudah bagi banyak orang
00:49:41Terutama karena harga minyak
00:49:43Waktu tinggi sekali dan di bulan
00:49:45Februari kita mulai melihat
00:49:47Suasana geopolitik
00:49:49Sangat menantang dengan
00:49:51Perang di Ukraina
00:49:53Mulai bulan Februari waktu itu
00:49:55Harga minyak naik, harga komoditas
00:49:57Semuanya naik, harga beras naik
00:49:59Itu menjadi tahun yang cukup
00:50:01Berat bagi banyak orang
00:50:03Pemerintah lagi-lagi apa yang dilakukan oleh
00:50:05Pemerintah langsung
00:50:07Kita sering menyebutnya shock absorber
00:50:09Kita berikan BLT
00:50:11Kita berikan bantuan bagi masyarakat
00:50:13Bagi masyarakat yang miskin dan rentan
00:50:15Bahkan waktu itu kita harus
00:50:17Menaikkan harga
00:50:19BBM
00:50:21Di bulan September
00:50:23Nah suasana seperti itu
00:50:25Kita harus melakukan amanat undang-undang
00:50:27Waktu itu menaikkan dari 10
00:50:29Menjadi 11
00:50:31Lagi-lagi kalau kita meng
00:50:33Collect lebih banyak
00:50:35Tujuannya untuk apa? Untuk
00:50:37Kesejahteraan masyarakat dan itu memang
00:50:39Sudah kita lakukan dan itu kita buktikan
00:50:41Di tahun 2022
00:50:43Kita collect lebih banyak pajak
00:50:45Karena tarif itu naik 1%
00:50:47Efektivitasnya seperti apa?
00:50:49Tambahannya sekitar Rp60 triliun waktu itu
00:50:51Tambahan penerimaan PPN
00:50:53Lalu kita gunakan untuk apa? Untuk lagi-lagi
00:50:55Kesejahteraan masyarakat. Apa itu bentuknya?
00:50:57Lapangan kerja
00:50:59Yang tercipta tahun
00:51:012023 dan
00:51:032024. Jadi saya keluarkan
00:51:05Yang 2022 nya karena itu
00:51:07Tahun terjadinya kenaikan PPN
00:51:09Apakah menjadi lebih berat
00:51:11Atau tetap lebih baik?
00:51:13Jawabannya tetap lebih baik. Kalau dibandingkan
00:51:15Tahun sebelumnya? Karena di tahun
00:51:172023-2024
00:51:19Rata-rata kita menciptakan 4,7
00:51:21Juta lapangan kerja baru
00:51:23Dan itu dianggap efektif dari kenaikan PPN
00:51:25Menjadi 11% waktu itu
00:51:27Karena kita menggunakan
00:51:29Hasil penerimaan pajak untuk
00:51:31Kesejahteraan masyarakat. Kita
00:51:33Gunakan itu untuk belanja
00:51:35Yang menciptakan lapangan kerja
00:51:37Kita gunakan itu untuk memberikan
00:51:39Perlindungan bagi masyarakat yang kurang
00:51:41Mampu selama
00:51:43Tahun-tahun berikutnya. Jadi kita lihat
00:51:45Setelah penerapan itu pun
00:51:47Jumlah lapangan kerja justru
00:51:49Meningkat. Dibanding tahun 2022?
00:51:51Dibanding sebelum
00:51:53Sebelum 2022
00:51:55Kita ingin melihatnya setelah itu diterapkan
00:51:57Apa yang terjadi dengan ekonominya
00:51:59Ternyata tidak melambat
00:52:01Ternyata malah tetap bisa menciptakan
00:52:03Lapangan kerja yang lebih banyak
00:52:05Itu bukan faktor covid ya?
00:52:07Kan covidnya udah selesai
00:52:09Dan lapangan kerja mulai berjalan
00:52:11Ekonominya mulai berjalan lagi
00:52:13Lapangan kerjanya mulai terbuka lagi. Itu bukan faktor itu
00:52:15Kita hati-hati sekali dalam menganalisis
00:52:17Dampak dari kebijakan
00:52:19Jadi kita pastikan covid itu
00:52:212020, 2021,
00:52:232022
00:52:252023 itu kita sudah tidak covid lagi
00:52:27Jadi ini adalah
00:52:29Ekonomi yang harusnya sudah normal
00:52:31Lalu apa yang terjadi? Ternyata
00:52:33Kita berhasil menciptakan lapangan kerja
00:52:35Jauh lebih banyak. 4,7 juta per tahun
00:52:37Dari sebelumnya hanya sekitar 2%
00:52:39Kalau sebelum covid itu
00:52:41Rata-rata mungkin di sekitar
00:52:432,5 juta per tahun
00:52:45Nah sehingga angka pengangguran kita
00:52:47Tingkat pengangguran kita
00:52:49Di tahun 2024 ini
00:52:51Sudah di 4,6%
00:52:53Ini terendah mungkin
00:52:55Sepanjang masa. Kita belum pernah punya
00:52:57Tingkat pengangguran serendah 4,6%
00:52:59Bagaimana dengan
00:53:01Banyaknya juga pemutusan hubungan kerja
00:53:03Betul. Nah ini
00:53:05Jelas bahwa di satu
00:53:07Sisi ada sektor-sektor yang
00:53:09Menciptakan lapangan kerja
00:53:11Di sisi lain ada sektor-sektor
00:53:13Yang tidak sebaik
00:53:15Sektor yang sudah menciptakan lapangan kerja
00:53:17Kalau kita lihat dalam
00:53:19Paling tidak 4 tahun terakhir
00:53:21Memang sektor-sektor yang pertumbuhannya
00:53:23Bagus
00:53:25Itu berhasil menyerap tenaga kerja
00:53:27Lebih banyak. Bahkan
00:53:29Juga itu menciptakan
00:53:31Lapangan kerja di sektor informal pendukungnya
00:53:33Misalnya sektor pariwisata
00:53:35Itu berkembang cukup
00:53:37Banyak dalam 2-3
00:53:39Tahun terakhir. Sektor restoran
00:53:41Dan sebagainya. Itu mendukung
00:53:43Daya beli masyarakat yang sektor
00:53:45Pertumbuhannya itu
00:53:47Tumbuh tinggi. Akan tetapi
00:53:49Memang masih ada
00:53:51Sektor-sektor yang harus
00:53:53Kita perhatikan
00:53:55Daya tahannya
00:53:57Yang saya sebutkan
00:53:59Sektor-sektor yang sifatnya
00:54:01Labor intensive
00:54:03Banyak tenaga kerjanya
00:54:05Makanya tadi kita berikan dukungan
00:54:07Tadi yang tekstil
00:54:09Alas kaki, furnitur
00:54:11Ini kita pastikan bahwa
00:54:13Di tengah
00:54:15Tantangan yang berat untuk sektor ini
00:54:17Pertumbuhannya
00:54:19Dalam berapa tahun terakhir itu tidak setinggi
00:54:21Pertumbuhan sektor-sektor yang lain
00:54:23Dan bahkan mungkin sebagian harus
00:54:25PHK. Nah makanya
00:54:27Pertama untuk yang
00:54:29Existing tenaga kerjanya
00:54:31Kita berikan PPH
00:54:3321 di tanggung pemerintah
00:54:35Jadi gajinya teman-teman
00:54:37Yang bekerja di sektor ini tadi
00:54:39Selama setahun
00:54:41Kalau dia gajinya 10 juta kebawah
00:54:43Itu tidak bayar pajak
00:54:45Pajaknya langsung ditanggung oleh pemerintah
00:54:47Selama setahun ke depan. Lalu
00:54:49Bagi yang sudah
00:54:51PHK, itu kita
00:54:53Berikan dukungan
00:54:55Yang namanya jaminan kehilangan
00:54:57Pekerjaan itu
00:54:59Sebesar 60% dari gajinya
00:55:01Itu akan kita
00:55:03Pastikan dengan simpel
00:55:05Itu langsung bisa diakses, langsung ke BPJS
00:55:07Tenaga kerjaan
00:55:09Lalu di samping itu kita juga siapkan
00:55:11Tentunya program prakerja yang sudah ada
00:55:13Kita ingin mereka dapat
00:55:15Informasi semudah mungkin
00:55:17Tentang lapangan pekerjaan
00:55:19Yang mungkin mereka bisa dapatkan
00:55:21Bentalan memang harus kita siapkan
00:55:23Pak Febrio, ramai juga
00:55:25Diperbincangkan ketika
00:55:27Kebijakan PPN ini mulai digaungkan
00:55:29Terkait dengan keadilan tadi
00:55:31Banyak yang menilai kelas menengah
00:55:33Ini selalu di tengah-tengah
00:55:35Kena gempuran
00:55:37Yang tidak mampu dilindungi negara
00:55:39Yang kelas menengah jadi sasaran
00:55:41Yang diatas mungkin ada pengampunan
00:55:43Atau sejenisnya. Gimana Anda menanggapi hal-hal
00:55:45Seperti ini?
00:55:47Data yang akan kita tunjukkan
00:55:49Jadi nanti mungkin boleh ditunjukkan ya
00:55:51Dari
00:55:53Yang disebut kelas menengah itu
00:55:55Di Indonesia
00:55:57Itu menurut
00:55:59Pengali dari garis kemiskinan
00:56:01Itu
00:56:03Adanya di desil 9
00:56:0510. Jadi yang kita sebut
00:56:07Dengan kelas menengah itu selama ini
00:56:09Dengan standar dari BPS
00:56:11Itu berada di desil 9
00:56:13Dan 10. Nah kalau kita
00:56:15Lihat, nanti tolong ditunjukkan
00:56:17Data
00:56:19Pembagian dari manfaat
00:56:21APBN untuk masing-masing
00:56:23Kelompok masyarakat. Disitu
00:56:25Akan kita bisa tunjukkan bahwa
00:56:27Masyarakat kelas
00:56:29Menengah atas itu
00:56:31Relatif banyak sekali mendapatkan
00:56:33Manfaat dari APBN
00:56:35Bahkan
00:56:37Cenderung kita harus ingin
00:56:39Memastikan bahwa
00:56:41Anggaran dari APBN itu
00:56:43Harusnya lebih adil lagi
00:56:45Lebih banyak kita arahkan ke
00:56:47Miskin dan rentan dan yang
00:56:49Aspiring middle class nya itu
00:56:51Antara desil 1 sampai 4
00:56:53Lalu desil 5 sampai
00:56:55Desil 8. Itu yang ingin kita
00:56:57Bantu lebih banyak harusnya
00:56:59Nah kalau kita lihat nanti
00:57:01Di gambarnya itu akan kelihatan bahwa
00:57:03Dari subsidi BBM
00:57:05Subsidi energi itu
00:57:07Dinikmati banyak sekali mulai dari kelas
00:57:09Menengah sampai kelas menengah atas
00:57:11Aspiring middle class sampai
00:57:13Kelas atas
00:57:15Lalu kalau kita lihat untuk
00:57:17PPN yang tadi
00:57:19Tidak dipungut oleh pemerintah
00:57:21Yang nilainya 265 triliun
00:57:23Selama 1 tahun
00:57:25Desil
00:57:279 dan 10
00:57:29Itu menikmati setengahnya
00:57:31Dari 265 triliun
00:57:33Tersebut. Jadi sekitar
00:57:35130-an triliun ya
00:57:37Kelas 9 dan 10
00:57:39Jadi desil 9 dan 10
00:57:41Bisa dilihat di gambarnya ya
00:57:43Jadi desil 1 sampai
00:57:45Desil 8 justru menikmati
00:57:47Setengahnya lagi
00:57:49Jadi bicara tentang kelas menengah
00:57:51Pemerintah
00:57:53Sangat detil dalam
00:57:55Melihat kemampuan
00:57:57Dari kelas menengah ini
00:57:59Satu dia harus
00:58:01Kelompok yang sebenarnya sudah
00:58:03Cukup mapan
00:58:05Dan bahkan banyak dari kelas menengah
00:58:07Atas ini justru adalah pengusaha
00:58:09Yang menciptakan lapangan kerja
00:58:11Jadi kita
00:58:13Apresiasi produktivitas
00:58:15Dari kelas menengah ini
00:58:17Dan kita juga berharap
00:58:19Tentunya gotong royong yang banyak
00:58:21Dari kelas menengah atas
00:58:23Untuk memastikan kita belanja
00:58:25Lebih banyak untuk kesejahteraan masyarakat
00:58:27Yang tadi terutama adalah miskin dan rentan
00:58:29Dan yang aspiring middle class
00:58:31Ada kalanya memang nanti
00:58:33Kita melihat khususnya dari
00:58:35Masa covid sampai
00:58:37Sekarang
00:58:39Paling nggak sampai 2023
00:58:41Fokus dari pemerintah itu
00:58:43Banyak sekali memang ke kelas
00:58:45Bawah sampai aspiring middle class
00:58:47Itu tentunya
00:58:49Dengan alasan yang sangat baik
00:58:51Bahwa kita ingin menjaga daya beli masyarakat
00:58:53Yang 80%
00:58:55Tetapi kemudian
00:58:57Karena ini sudah berhasil kita lakukan
00:58:59Dengan baik, pertumbuhan ekonomi
00:59:01Kita sekarang masih tetap di 5%
00:59:03Di tengah kondisi
00:59:05Ekonomi global yang luar biasa
00:59:07Tidak terprediksi dengan mudah
00:59:09Dengan tantangan yang sangat berat
00:59:11Banyak pertumbuhan ekonomi
00:59:13Negara-negara nggak sampai 5%
00:59:15Bahkan Tiongkok
00:59:17Itu sudah di bawah 5%
00:59:19Bahkan India pun, ini kita khawatir
00:59:21Jangan-jangan dia juga akan melambat
00:59:23Dia sudah melambat dalam satu kuartal terakhir
00:59:25Jadi ketika kita berhasil menciptakan
00:59:27Lapangan kerja dengan pertumbuhan
00:59:29Ekonomi yang stabil ini
00:59:31Lapangan kerjanya tumbuh 4,7 juta
00:59:33Orang per tahun
00:59:35Ini kita harapkan menciptakan
00:59:37Daya beli yang kuat
00:59:39Bagi seluruh rakyat Indonesia
00:59:41Ketika ini terjaga dengan baik
00:59:43Tentu pada gilirannya
00:59:45Kelas menengah atas ini juga akan
00:59:47Semakin bisa berperan
00:59:49Dalam menciptakan lapangan kerja, menciptakan aktivitas
00:59:51Dan juga berkontribusi
00:59:53Lebih banyak dalam pembayaran
00:59:55Pajaknya
00:59:57Ini sudah mulai kelihatan tandanya
00:59:59Di mana kalau kita lihat di tahun 2024
01:00:01Itu penciptaan
01:00:03Lapangan kerja formalnya
01:00:05Itu sudah mulai lebih baik
01:00:07Dibandingkan tahun 2023
01:00:09Nah ini yang kita harapkan
01:00:11Menjadi tanda-tanda bahwa
01:00:13Daya beli masyarakat terus kita jaga
01:00:15Pertumbuhan ekonominya tetap bisa stabil
01:00:17Lapangan kerja bisa tetap tercipta
01:00:19Masyarakat miskin bisa terus berkurang
01:00:21Ekonominya bisa berjalan
01:00:23Untuk seluruh rakyat Indonesia
01:00:25Baik
01:00:27Tapi Pak Febrio tidak melihat bahwa mungkin
01:00:29Yang terstimulus saat ini adalah
01:00:31Kelas bawah saja
01:00:33Mengingat ada data juga yang sempat
01:00:35Mengatakan bahwa di Indonesia
01:00:37Kelas menengah itu banyak yang
01:00:39Turun ke kelas hampir
01:00:41Menengah artinya ada
01:00:43Penurunan level meskipun
01:00:45Tidak sampai ke kelas bawah
01:00:47Anda tidak melihat nanti ini akan memberikan
01:00:49Multiplier efek juga ke harga
01:00:51Barang dan jasa
01:00:53Yang membuat orang mungkin mengurangi minat
01:00:55Untuk berbelanja
01:00:57Dan membaik
01:00:59Jadi tadi saya ceritakan bahwa
01:01:01Masa Covid ini adalah masa-masa
01:01:03Dimana pemerintah fokus sekali
01:01:05Dengan miskin dan rentan dan desil-desil
01:01:07Yang sampai desil 6 sampai 7
01:01:09Bahkan setiap tahun
01:01:11Kalau untuk yang
01:01:13Kelas menengah dan agak-agak di tengah-tengah ini
01:01:15Setiap tahun kita
01:01:17Berikan bantuan untuk
01:01:19Beli rumah 200 ribu
01:01:21Unit setiap tahun
01:01:23Itu kita berikan
01:01:25Subsidi bunganya
01:01:27Kalau normalnya harusnya 12%
01:01:29Mereka dapatnya cuma bayar
01:01:315%
01:01:33Kelas menengah ini juga yang mendapatkan
01:01:35PPN
01:01:37Tidak bayar banyak tadi
01:01:39Kalau menengah ke atas tadi jelas
01:01:41Setengahnya
01:01:43Masyarakat kelas menengah ini juga yang punya kenderaan
01:01:45Bermotor yang menikmati
01:01:47Subsidi BBM
01:01:49Yang besarnya setahun itu bisa sampai
01:01:51400 triliun
01:01:53Rupiah
01:01:55Masyarakat yang menengah ini yang mayoritas
01:01:57Kelas miskin dan rentan gak punya kenderaan bermotor sama sekali
01:01:59Tapi masyarakat ini yang menikmati
01:02:01Banyak sekali manfaat
01:02:03Dari APBN
01:02:05Jadi lagi-lagi pajak
01:02:07Kita kumpulkan kita gunakan
01:02:09Untuk kesejahteraan masyarakat dan kita lihat secara
01:02:11Detil untuk seluruh rakyat Indonesia
01:02:13Baik berarti ini sudah dianalisis
01:02:15Dampak sosial ekonomi sudah dilakukan
01:02:17Secara komprehensif mungkin detailnya
01:02:19Inilah yang lagi dikaji
01:02:21Kurang lebih kurang dari satu bulan ini
01:02:23Jadi kalau ditanya mungkin gak
01:02:25Ditunda atau dibatalkan ini
01:02:27Kayaknya sudah tidak mungkin ya Pak
01:02:29Sudah diumumkan
01:02:31Ada pesan-pesan mungkin untuk masyarakat Indonesia
01:02:33Kami terima kasih sekali
01:02:35Untuk selalu
01:02:37Pesan-pesan dan juga
01:02:39Masukan-masukan dari masyarakat
01:02:41Yang juga tentunya
01:02:43Menjadi evaluasi
01:02:45Menjadi masukan bagi pemerintah
01:02:47Dalam kita mengikuti
01:02:51Membangun bangsa
01:02:53Dan negara ini bersama-sama
01:02:55Tentunya kita melihat bahwa
01:02:57Gotong royong yang kita
01:02:59Harapkan terus terjadi ini semakin kuat
01:03:01Dan Indonesia
01:03:03Tentunya ketika kita
01:03:05Mengatakan pertumbuhan ekonomi
01:03:07Relatif kuat
01:03:09Dan stabil dan menciptakan
01:03:11Kesejahteraan bagi masyarakat yang kita
01:03:13Harapkan itu adalah kesejahteraan bagi
01:03:15Seluruh rakyat Indonesia
01:03:17Sehingga memang pemerintah harus
01:03:19Terus kerja keras untuk melihat
01:03:21Kelompok masyarakat
01:03:23Demi kelompok masyarakat kita perhatikan
01:03:25Kebutuhan-kebutuhannya
01:03:27Dengan ruang fiskal yang ada
01:03:29Dan kita harapkan semakin besar
01:03:31Kita juga bisa melakukan lebih baik lagi
01:03:33Baik terima kasih Pak Febrio
01:03:35Atas penjelasannya
01:03:37Sharingnya kali ini
01:03:39Semoga ini bisa menambah kesanah
01:03:41Kita semua masyarakat dimana pun berada
01:03:43Menjadi inspirasi
01:03:45Sehat selalu untuk Pak Febrio
01:03:47Terima kasih
01:03:49Dan demikian perbincangan kali ini
01:03:51Pemirsa semoga bisa menjadi referensi untuk Anda
01:03:53Saya Prisa Sopo Datuk Papetudu Diri
01:03:55Terima kasih
01:03:57Terima kasih banyak Pak
01:04:17Terimakasih