BI Kembali Tahan Suku Bunga Acuan di Level 6,25 Persen

  • last month
Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia memutuskan untuk kembali mempertahankan suku bunga acuan BI Rate di level 6,25%. Kemudian suku bunga deposit facility sebesar 5,50% dan suku bunga lending facility 7,00%. Keputusan BI tetap konsisten dengan fokus kebijakan moneter yang pro-stability yaitu stabilisasi nilai tukar Rupiah, serta langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan tetap terkendalinya inflasi dalam sasaran 2,5 plus minus 1% pada tahun 2024 dan 2025. Dengan demikian, bank sentral telah mempertahankan BI Rate selama 5 bulan terakhir.

Kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran tetap pro-growth untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Kemudian, kebijakan makroprudensial longgar terus ditempuh, guna mendorong kredit atau pembiayaan perbankan kepada dunia usaha dan rumah tangga, dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian.

Category

📺
TV
Transcript
00:00MUSIK
00:18Halo pemirsa, apa kabar anda hari ini? Kembali berjumpa dalam program Market Review bersama saya, Prasetyo Wibo.
00:24Dan kali ini kita akan mencermati langkah Bank Sentral, Bank Indonesia yang kembali mempertahankan suku pengacuan BI rate di level 6,25 persen.
00:32Seperti apa dampaknya terhadap dunia usaha, khususnya dari sektor properti? Langsung saja kita mulai Market Review selengkapnya.
00:39MUSIK
00:48Ya pemirsa, Bank Indonesia kembali mempertahankan suku pengacuan BI rate di level 6,25 persen pada bulan Agustus ini.
00:55Dengan demikian, Bank Sentral telah mempertahankan suku pengacuan 6,25 persen selama empat bulan terakhir.
01:02Kembali memutuskan untuk mempertahankan BI rate sebesar 6,25 persen, demikian juga suku bunga deposit fasiliti tetap sebesar 5,5 persen,
01:17dan suku bunga lending fasiliti tetap sebesar 7 persen.
01:24Keputusan ini tetap konsisten dengan fokus kebijakan moneter yang pro-stability,
01:31yaitu untuk penguatan lebih lanjut stabilisasi nilai tukar rupiah,
01:38serta langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan tetap terkandalinya inflasi dalam sasaran 2,5 persen plus minus 1 persen pada tahun 2024 dan 2020.
01:535.
01:59Demikian pernyataan Gubernur Bank Indonesia, Peri Wardjo, terkait hasil rapat Dewan Gubernur BI yang kembali mempertahankan suku bunga acuan BI rate di level 6,25 persen.
02:10Kemudian suku bunga deposit fasiliti 5,50 persen, dan suku bunga lending fasiliti 7 persen.
02:17Keputusan BI tetap konsisten dengan fokus kebijakan moneter yang pro-stability,
02:21yaitu stabilisasi nilai tukar rupiah, serta langkah pre-emptive dan forward looking
02:26untuk memastikan tetap terkandalinya inflasi dalam sasaran 2,5 plus minus 1 persen pada tahun 2024 dan 2025.
02:35Dengan demikian, Bank Sentral telah mempertahankan BI rate selama 5 bulan.
02:40Sementara itu kebijakan makro prudensial dan sistem pembayaran tetap pro-growth
02:44untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
02:47Kemudian, kebijakan makro prudensial longgar terus ditempuh,
02:51guna mendorong kredit atau pembiayaan perbankan kepada dunia usaha dan rumah tangga
02:56dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian.
02:59Jakarta Tim Liputan, IDX Channel.
03:09Baik, pembicara berikutnya ini kami sampaikan data terkait dengan pergerakan inflasi seperti apa.
03:13Pergerakannya dalam beberapa waktu terakhir ini, selengkapnya bisa anda saksikan di layar televisi anda.
03:18Baik, ini pergerakan dari bulan April, May, Juni, dan juga Juli.
03:22Kita lihat dalam 3 bulan terakhir justru terjadi deflasi.
03:26Ini yang menjadi perhatian mungkin banyak pihak begitu di negeri ini terkait dengan deflasi yang terjadi.
03:30Apakah memang menunjukkan bahwa daya beli masyarakat yang memang memiliki keuntungan
03:36Apakah memang menunjukkan bahwa daya beli masyarakat yang memang sedang mengalami tekanan
03:41atau harga yang tetap terjaga begitu ya, stabil dalam artian begitu di masyarakat.
03:45Baik, itu dia untuk pergerakan inflasi kita dari April sampai dengan Juli 2024.
03:51Secara tahunan 2,13 persen, sementara bulannya deflasi minus 0,18 persen.
03:56Berikutnya kita akan lihat pergerakan nilai tukar rupiah, ini yang menjadi domen juga dari Bank Indonesia.
04:03Pergerakannya memang cenderung turun dalam beberapa hari terakhir dari beberapa waktu lalu di Rp16.100,
04:10kemudian turun sudah berada di level Rp15.480 per dolar Amerika pada tanggal 20 Agustus lalu.
04:17Baik, itu dia beberapa data yang kami sampaikan tergantung inflasi dan juga nilai tukar rupiah.
04:22Baik Pak Mirza, untuk membahas tema kita kali ini terkait dengan BI yang kembali menahan suku pengacuan di level 6,25 persen.
04:29Kita sudah tersambung melalui Zoom bersama dengan Bapak Bambang Eka Jaya, Wakil Ketua Umum di PPRL Estate Indonesia
04:35dan juga Bapak David Semual, Kepala Ekonom PT. Bank Sentral Asia Tbk.
04:39Halo, selamat pagi Pak Bambang.
04:42Selamat pagi Mas Pras, Pak David dan Pak Mirza.
04:46Selamat pagi Mas Pras, Pak Bambang, pagi.
04:49Selamat pagi juga ini Pak David dan terima kasih atas waktu yang disempatkan.
04:52Langsung saja kita ulas Pak David terkait dengan langkah Bank Sentral yang mempertahankan suku pengacuan
04:57dalam beberapa bulan terakhir ini, apakah sesuai dengan konsensus dari ekonom sendiri? Silahkan.
05:03Ya, saya pikir ini memang sudah sesuai ekspektasi ya. Masih ini tahan suku bunga bayerit.
05:11Namun memang ada peluang ke depan ini mulai ada tren penurunan ya.
05:16Jadi kalau kita perhatikan data di global ya, terutama di Amerika Serikat ini,
05:22kelihatannya memang sudah memungkinkan untuk ada penurunan suku bunga FED.
05:27Setelah suku bunga FED turun, ini ruangnya cukup besar ya.
05:30Buat Bank Indonesia juga mulai menurunkan hubungannya.
05:33Jadi kan inflasi di Amerika Serikat itu juga sudah mulai melandai.
05:38Terakhir angkanya 2,9 persen.
05:40Dan di pasar FED Fund Futures itu sudah ada ekspektasi bahkan sekarang 3 kali pemotongan di akhir tahunnya.
05:49Memang kelihatannya cukup agresif kalau menurut prediksi pasar ya, ini dari future market.
05:55Tapi minimal mungkin kelihatannya bisa 2 kali penurunan ya.
05:59Sampai akhir tahun ini juga sesuai dengan ekspektasinya FED.
06:03Dan Bank Indonesia kelihatannya akan follow aja, follow apa yang akan dilakukan oleh FED.
06:10Karena kalau kita lihat juga akibat ekspektasi penurunan suku bunga ini,
06:14market juga sudah bereaksi positif ya.
06:18Mata uang emerging market itu menguat semuanya, termasuk juga rupiah.
06:23Dan rupiah ini salah satu yang pemuatannya paling alem,
06:26jadi yang paling kuat di antara emerging market.
06:29Dan kemungkinan sedikit ya,
06:33karena kalau kita lihat pemuatan mata uang emerging market-nya tidak sekuat rupiah.
06:38Nah ini juga dalam rangka ekspektasi kemungkinan penurunan suku bunga di akhir tahun.
06:43Tapi tetap perlu waspada, perlu kita cermati juga perkembangan biopolitik,
06:48terutama di timur tengah.
06:50Karena kita ingat di bulan April tahun lalu juga sudah ada ekspektasi semacam ini di Fed Fund Futures ya.
06:56Dan kita tahu mereka ekspektasi di bulan May akan ada penurunan,
07:02tapi kenyataannya kan ditunda ya.
07:04Karena waktu itu di bulan akhir April tiba-tiba ada perang ya,
07:09ada serangan Iran ke Israel yang mendorong lonjakan harga minyak ketika itu.
07:16Oke, berarti dominasi memang dari global begitu ya Pak David,
07:21kalau kita lihat yang mencermati ataupun menjadi concern dari bank sentral
07:24untuk tetap mempertahankan suku bunga acuan,
07:26meskipun ruang penurunan tetap terbuka karena adanya potensi juga nih
07:30dari Fed, Federal Reserve untuk bisa menurunkan kembali suku bunga acuannya di Amerika Serikat.
07:35Baik, nah salah satu sektor mungkin yang memiliki kaitan erat
07:39dengan pergerakan suku bunga acuan adalah sektor properti.
07:42Pak Bambang, mungkin bisa Anda melihat apakah memang ditahannya 6,25% ini
07:45sesuai dengan ekspektasi juga dari pelaku usaha
07:48atau Anda melihat ada faktor lain yang bisa dicermati? Silahkan.
07:53Iya, Mas Bas, kalau kita lihat kita sebagai pengusaha tentu yang kita harapkan adalah
07:58bunga itu bisa turun-turun dan turun kembali gitu.
08:01Apalagi kalau kita lihat KPR untuk perumahan itu boleh dibilang
08:08merupakan backbone dari bisnis properti.
08:11Lebih dari 75,52% itu menggunakan KPR.
08:16Jadi Mas Bas bisa bayangkan kalau suku bunga itu turun pasti efeknya adalah ke market yang akan bergerak.
08:24Mereka akan lebih bersemangat dan punya kemampuan untuk membeli secara lebih masif, kira-kira begitu.
08:32Baik, level 6,25% sendiri menurut Anda cukup nyaman
08:35bagi pelaku usaha properti atau memang berharap ada ruang yang lebih luas lagi untuk diturunkan?
08:43Iya, kalau kita bicara bunga dengan 6,25% saya rasa sih memang masih cukup tinggi ya.
08:50Apalagi di Indonesia ini kan spread bunga antara funding dan lending itu cukup besar.
08:56Kita melihat bahwa mungkin kebetulan ada Pak David,
09:01BCA itu salah satu yang berhasil menghitungkan funding ini besar.
09:05Tapi suku bunga KPR komersialnya akan cukup tinggi, lebih dari 11-12%.
09:11Nah ini yang kita harapkan kedepan bisa hand in hand bekerjasama dengan semua pelaku usaha termasuk di BAD Klopper
09:19untuk bisa menurunkan bunga yang lebih acceptable untuk market.
09:25Kita kira-kira begitu.
09:27Oke oke, nah menarik ini.
09:28Pak David, Anda melihat dari perbankan begitu suku bunga cuan khususnya di sektor properti
09:35ataupun bunga perbankan begitu ya untuk pendanaan atau pinjaman ini memang relatif masih cukup tinggi
09:40atau tidak bisa disesuaikan dengan BI ratenya sendiri yang ditahan di 6,25% ini?
09:47Pak David.
09:49Ya betul, memang suku bunga kemungkinan memang kalau kita running ekonometri itu salah satu ya
09:57pengantar, penentu, keputusan, apa namanya, buyers ya untuk sektor properti.
10:05Tapi memang ada faktor-faktor lain yang juga menentukan.
10:09Nah kita lihat juga dalam 2 tahun terakhir ketika tren suku bunga BI rate itu kecenderungan naik ya,
10:16sudah naik 275 basis point, itu sebenarnya kecenderungan yang terjadi untuk kredit consumer
10:25itu kecenderungannya menurun sebenarnya malah.
10:27Jadi kalau kita lihat itu yang paling salah satu yang signifikan secara nasional ya,
10:34jadi bukan hanya 1-2 bank tapi secara nasional data bank Indonesia,
10:38itu turunnya kurang lebih 52 basis point ya.
10:42Dan memang untuk tingkat persaingannya juga relatif ketat sekali karena memang kebanyakan pelaku di sektor finansial ya,
10:54institusi finansial, bank, non-bank dan seterusnya itu banyak sekali yang bermain di segmen ini.
11:00Jadi memang persaingan cukup ketat sehingga ketika Bank Indonesia menaikkan suku bunga
11:07dalam 2 tahun terakhir ini, malah sebaliknya yang terjadi penurunan ya 50 basis point.
11:13Jadi kalau kita lihat di pameran-pameran terakhir juga itu kan bersaingnya cukup ketat
11:18antara bank yang satu dengan bank yang lain.
11:21Nah menurut kami salah satu pencetus permintaan di sektor properti itu memang
11:29tidak bisa lepas masih dari siklus komoditas.
11:33Jadi biasanya siklus komoditas kecenderungan meningkat gara-gara komoditas kita,
11:38itu biasanya merembes juga ke banyak sektor termasuk sektor properti.
11:43Jadi kinerja sektor propertinya juga meningkat ya.
11:48Jadi ini yang kita lihat mungkin source of income kita ke depan ini harus mulai
11:54didiversifikasi ya, jangan tergantung pada komoditas.
11:58Kita harus lihat lagi mungkin sektor-sektor potensial lainnya.
12:01Baik, dari daya beli masyarakat Anda melihat bagaimana?
12:04Tadi inflasi yang sudah disampaikan deflasi akan terjadi dalam 3 bulan berturut-turut.
12:08Apakah ini menjadi sinyal juga yang perlu dicermati begitu bagi pelaku usaha
12:12maupun pemerintah sendiri?
12:14Ya kalau dari sisi konsumer cukup terfragmentasi ya daya belinya ya.
12:18Ada yang memang agak tertekan akhir-akhir ini terutama yang segmen bawah ini
12:24karena memang harga pangan kan relatif naiknya lumayan ya.
12:28Dari tahun 2020 itu naik 23%.
12:31Jadi kan akumulatif sejak masa pandemi sampai sekarang.
12:37Dan untuk segmen atas tentunya kan tidak banyak konsumsinya untuk
12:42makanan, minuman atau grocery.
12:45Jadi bagi mereka impactnya mungkin tidak terlalu besar.
12:49Tinggal mungkin dari sisi confidence-nya untuk melakukan
12:54apa namanya pembelian barang tahan lama seperti rumah misalnya.
12:58Nah ini tentunya sangat ditentukan juga oleh
13:03kondisi ke depan ya, prospek ke depan.
13:06Tapi kalau yang untuk tujuan konsumsi atau bukan untuk tujuan investasi
13:11itu tiap tahun kita lihat memang kecenderungannya meningkat.
13:15Jadi memang orang membeli properti itu untuk tujuan konsumsi.
13:18Tapi untuk tujuan investasi ini yang belum.
13:20Nah ini memang mungkin ada upaya-upaya lain.
13:25Termasuk juga kita lihat minat dari luar ya
13:29untuk investasi di sektor properti ini juga optimal kelihatannya.
13:33Di beberapa wilayah kan kita harapkan juga ada
13:37peningkatan ya seperti misalnya di wilayah-wilayah perbatasan kita dengan
13:40Singapura seperti Batam, daerah-daerah wisata itu juga kita inginkan supaya
13:45meningkat karena dari sisi aturannya sudah dibungkinkan ya
13:48asing itu untuk membeli properti.
13:50Ya itu dia Pak David.
13:51Dan untuk segmen itu.
13:53Ya apakah juga karena spread juga dari mungkin kita tahu
13:56spread bunga funding atau pendanaan dan juga lending yang diberikan oleh perbankan
13:59ini yang cukup tinggi disparitasnya kita akan bahas nanti di segmen berikutnya Pak David
14:03dan juga Pak Bobang, kita akan jeda dulu sebentar.
14:05Pak Mirsa, pastikan Anda masih bersama kami.
14:15Baik Pak Mirsa, kita akan lanjutkan kembali perbincangan menarik ini bersama dengan
14:18Bapak Bobang Eka Jaya, kemudian juga Bapak David Sumol dari BCA.
14:21Baik Pak David, kalau kita bicara mengenai pergerakan suku bunga cuan tadi
14:25yang masih ditahan 6,25 persen, bagaimana dengan bunga diperbankan sendiri
14:30untuk pinjaman yang diberikan kepada konsumen sudah cukup kompetitif begitu
14:34atau persaingan antar bank sendiri pun cukup ketat saat ini?
14:38Ya ini seperti saya sampaikan tadi ya Mas Prasya, jadi banyak institusi finansial termasuk
14:44bank ini yang memang bermainnya di segmen yang sama.
14:46Jadi kita lihat ini jadi satu faktor yang membuat juga sulit ya untuk bersaing
14:54walaupun sulit untuk menaikkan bunga maksud saya, karena dikala sebenarnya
15:00bank sentral itu sekarang semakin ketat kan, kebijakan suku bunganya
15:04sudah naik 3,75 basis point sejauh ini, sudah lebih dari 6 persen suku bunga Beirit.
15:14Nah ini biasanya siklus itu diikuti dengan kenaikan suku bunga,
15:20berarti kan bank sentral ingin kondisi moneter itu lebih ketat gitu ya.
15:25Tapi di sisi lain memang ini perlu upaya juga tentunya untuk sektor-sektor
15:31di luar sektor kredit konsumer ya, terutama juga kaitan dengan kredit investasi
15:37dan juga manufaktur bagaimana kita dorong juga.
15:40Karena ini nanti saling mengkait juga ya kalau misalnya investasi banyak masuk ke Indonesia
15:46misalnya ya, investasi asing terutama ya, ini juga kan mereka perlu properti ya.
15:52Contohnya saya baru dengar ada di kawasan industri, daerah-daerah Lacikarang, Kerawang, Bekasi
15:59itu peningkatan, ada sedikit tren peningkatan ya, permintaan.
16:05Nah ini kan kaitannya rakan masuknya beberapa investasi besar ya,
16:11yang terkait otomotif misalnya, dan diikuti dengan ekosistemnya juga
16:15dan sektor-sektor lain saya dengar juga tekstil memasuk ya.
16:19Nah ini yang justru juga bisa mendorong sektor properti, bukan hanya dari suku bunganya saja
16:24tapi dari sisi pendapatan, daya beli masyarakat ini juga kita harus dorong Mas Pras.
16:29Oke, oke. Nah bagaimana dengan rasio NPL growth sendiri yang tadi sudah disampaikan begitu
16:34dari infografis yang bisa disampaikan begitu, ini cenderung turun ya dari Maret, April, Mei, Juni 2024
16:40kemudian maupun rasio NPL netnya juga cenderung turun.
16:43Apakah Anda melihat ini menjadi sinyal positif juga bagi kinerja perubahankan
16:48dan juga kemampuan masyarakat sendiri atau konsumen? Silahkan.
16:51Untuk NPL ya, biasanya kita analis itu lebih suka lihat LALR ya, loan at risk dibandingkan NPL
17:00karena NPL itu biasanya sudah kejadian.
17:01Oke.
17:02Nah itu biasanya kita lihat potensi kemungkinan jadi NPL,
17:06jadi bisa jadi NPL atau bisa kembali lancar.
17:09Ya.
17:10Nah LALR-nya itu sudah turun lumayan dalam ya, dari 25% sekarang sudah balik ke posisi normal
17:17sebelum pandemi, jadi sekitaran 6-8%.
17:22Oke.
17:22Ini juga bagus, tapi di beberapa segmen tertentu misalnya kaitan dengan
17:26apa, dengan KUR, dengan SME ya, ini kelihatannya memang trennya agak meningkat nih,
17:34terakhir posisinya sudah di atas 4%.
17:36Oke.
17:37Biasanya kalau sudah ke arah 5% ini kita agak khawatir ya, terutama untuk segmen UKM ini.
17:42Jadi memang kelihatannya pengaruh juga daya beli tadi ya, daya beli dan juga kelihatan memang
17:49sudah mantap mereka ya, makan tabungan nih ya.
17:52Oke.
17:54Untuk Pak UMKM dan juga individual stock ya, kelihatannya gitu.
17:57Baik, nah menyikapi kondisi seperti ini Pak Bambang, dari sisi sektor properti potensinya bagaimana?
18:02Dimana 75% lebih begitu kan memang yang pembeli sektor perumahan atau properti ini adalah
18:08menggunakan fasilitas KPR nih?
18:12Ya, betul.
18:13Kalau kita lihat Mas Bras dengan 3 per 4 dari konsumen kami adalah pengguna KPR,
18:19maka suku bunga menjadi salah satu faktor yang menentukan.
18:22Oke.
18:23Tapi kita bisa bagi dua sebenarnya, kalau kita bilang perumahan MBR khususnya ya,
18:28itu merupakan kebutuhan mutlak yang selalu konsumennya berlebih sedangkan suplainya terbatas.
18:35Dalam hal ini khususnya adalah KPR persubsidi ya, dan KPR persubsidi tentu kan market untuk
18:43bank-bank swasta, tapi ini lebih ke bank pemerintah.
18:47Tahun ini aja kalau kita lihat dengan target yang kurang lebih 1 juta rumah,
18:53kita hanya dapet kuota 166.000 FLPP, dan dalam saat ini pun sekitar Agustus menjelang September ini
19:04kapasitas ataupun kuotanya sudah mendekati habis, makanya kami di REE bahkan sudah mengajukan
19:12permohonan kembali ke PUPR untuk bisa menambah KPR subsidi.
19:19Jadi market untuk yang FLPP, MBR itu gak ada masalah.
19:22Sebenarnya yang kita perlu bicarakan ke perbankan adalah yang non-MBR.
19:28Jadi mereka itu adalah yang kita kenal saat ini adalah jenis set, mereka itu sudah sekitar hampir 30% dari konsumen kita.
19:38Mereka di atas MBR secara income, tapi dengan selisih yang mungkin hanya 1-2 juta,
19:45kemudian yang terjadi adalah satu hal yang membuat mereka menjadi kesulitan bisa membeli rumah.
19:51Antara lain kalau kita bilang MBR itu fasilitasnya adalah non-PPN, jadi mereka dibeberkan PPN.
19:59Kemudian yang kedua, mereka mendapatkan bunga subsidi, sedangkan di atas MBR mereka langsung berhadapan dengan bunga fosil.
20:12Itu kalau kita bicara KPR itu awalnya selalu menggunakan subsidi, artinya bunganya ditekan serendah mungkin supaya menjadi daya tarik.
20:21Tapi yang dikhawatirkan adalah setelah KPR ataupun CICAP itu berakhir,
20:27itu punya potensi yang menyebabkan terjadinya potensi BD.
20:34Tentu hal ini yang tidak kami harapkan, makanya perlu kita coba apakah yang tadi solusinya adalah gradually,
20:42tapi juga gradually itu tentu ada batasnya, karena kalau dari bunga yang subsidi yang hanya 1-2-3%,
20:47tau-tau melonjak menjadi 5, lalu naik lagi 7, lalu jadi 11, kan mereka juga kadang-kadang kesulitan untuk mengalokasikan dana mereka.
20:56Itu yang kita harapkan, jadi KPR subsidi masalahnya ketersediaan dari pemerintah,
21:01tapi KPR non-subsidi ataupun KPR komersial, nah ini yang harus kita bahas bersama dengan pihak perbankan,
21:08baik swasta maupun untuk..
21:10Nah kalau melihat kondisi seperti ini, rata-rata hampir semua industri,
21:13Pak David begitu memiliki pola pikiran yang sama dalam artian memang cukup rentan terkait dengan pergerakan suku bunga pinjaman begitu,
21:21atau bagaimana? Anda melihat 6,25% yang ditahan dari bank sentral ini sebenarnya masih cukup bisa lah menjadi buffer juga terkait dengan ekonomi,
21:30dan juga masih cukup diterima begitu oleh masyarakat kita dan pelaku industri?
21:35Ya ini salah satu faktor tentunya, dan ini cerminan risiko ya.
21:39Bank sentral kan menawarkan 7,5% misalnya SRBI, terus kalau misalnya bank memberikan kredit 4% ya kita boncos, Pak.
21:50Jadi 7,5% ya ujung-ujungnya sebenarnya kan kondisi nasionalnya yang kita harus perbaiki ya, bagaimana supaya suku bunga SBI itu bisa lebih rendah.
22:00Suku bunga SBN itu kan juga tinggi, 6% lebih.
22:04Itu kan cerminan risiko negara kita ya, jadi bagaimana menurunkan risiko negara kita ini supaya inflasi kita rendah ya,
22:14kalau inflasi kita rendah, premis risiko rendah ya, seperti misalnya Singapura, ataupun negara-negara tetangga kita kan suku bunganya juga murah.
22:22Tapi ya kalau misalnya inflasi kita masih tinggi ya, terus rupiah juga masih berfluktuasi seperti sekarang,
22:31ya akhirnya bank sentral juga harus berupaya untuk menjaga stabilitas rupiah kita.
22:38Nah caranya bagaimana ya, menawarkan misalnya SFBI suku bunga 7,5% atau suku bunga SBN-nya yang 6%.
22:46Gak mungkin suku bunga di sektorilnya bisa lebih rendah dari itu.
22:49Yang terjadi kalau misalnya suku bunga lebih rendah dari itu ya bank-bank akan merugi semua ya.
22:55Nah kalau bank yang merugi berarti likuiditas juga tidak lancar ya ekonomi tambah permasalahan.
23:02Jadi memang ini ayam dan telur nih, jadi persoalan kita harus nge-try dulu gitu ya,
23:08supaya rating kita juga bagus, kalau rating kita bagus artinya juga pemerintah juga dalam melakukan issuance bank obligasi itu bisa lebih murah.
23:21Oke, tapi dengan kondisi domestik yang seperti Anda sampaikan Pak David,
23:26Anda melihat bagaimana dengan peluang dari BI Red sendiri ke depan begitu apakah,
23:30meskipun nanti The Fed misalnya menurunkan suku bunga cuannya PKIK,
23:34apakah BI juga akan ikut langsung menurunkan atau ada pertimbangan lain?
23:37Tapi tahan dulu, jawabannya Pak David kita kan jendak dulu sebentar ya,
23:40nanti kita akan bahas lagi di segmen berikutnya.
23:42Dan Pak Mirsa, kami akan segera kembali setelah pariwara berikut ini.
23:54Baik, semakin menarik perbicaraan kita bersama dengan Bapak Bambang Ika Jaya,
23:58BW adalah Wakil Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia dan juga Bapak David Sumwal,
24:02Kepala Ekonom PT Bank Sentral Asia Tbk.
24:04Baik, Pak David lantas bagaimana Anda melihat begitu dengan kondisi seperti saat ini,
24:08bagaimana juga dengan likuiditas perbankan saat ini yang mungkin juga bisa disampaikan,
24:12apakah tadi SRBI dan lain-lain itu bisa memberikan satu sinyal begitu yang cukup kuat,
24:18yang menjadi acuan juga dalam suku bunga pinjaman ataupun membiayai yang diberikan oleh perbankan sendiri?
24:25Ya, seperti saya katakan di depan tadi ya Mas Az,
24:28jadi memang kondisi eksternalnya sekarang sudah ada sinyal melonggar.
24:35Jadi kalau kita panjikan ekspektasi kan tadi pasar akan ada penurunan di akhir September nanti.
24:42Dan ini sudah direaksi oleh pasar, jadi kalau kita lihat suku bunga SRB ini sudah mulai turun,
24:48juga SBN yang 10 tahun ini kan patokan ya di market itu juga sudah mulai turun,
24:54dan rupiah kita lihat kan menguat, rupiah menguat cukup drastis itu,
24:58dan saya pikir sudah lumayan overshoot sebenarnya penguatannya dibandingkan yang lain.
25:04Nah ini memberikan peluang sebenarnya ruang bank sentral juga untuk melonggarkan.
25:10Saya pikir tidak akan lama ya setelah FED benar-benar menurunkan,
25:14nah berikutnya juga itu bank sentral akan mulai melonggarkan,
25:17dan ini juga tentunya akan berimpak positif pada likuiditas finansial di dalam negeri juga,
25:24dan ujung-ujungnya juga bisa berimpak positif ke sektor real, termasuk sektor properti.
25:31Baik, nah dari pelaku usaha sendiri pembangbang strategi apa nih yang sudah disiapkan?
25:35Selama ini kan 5 bulan terakhirlah, 6,25% per Agustus ini juga dipertahankan.
25:40Anda melihat apakah ada strategi dari sisi produksinya atau mungkin efisiensi yang lebih dikuatkan
25:47untuk bisa lebih meningkatkan penjualan sektor properti?
25:55Ya silahkan Pak Bambang.
25:58Ya Mas Bas, jadi kalau kita lihat, tadi kan dari Pak David sudah sampaikan bahwa tentu dia tidak akan melakukan
26:06bunuh diri dengan memasarkan bunga di bawah desainnya SBI.
26:11Tapi memang problem utamanya adalah spreadnya mungkin kalau memang kita bilang 7,5%
26:18mungkin ya misalnya suku bunga komersial itu mulai dari 9%.
26:22Jadi perbankan komersial juga meletakkan dengan spread yang lebih inovatif atau lebih positif lah
26:30untuk kami gitu sebagai pengusaha.
26:32Nah yang kedua, tentu yang paling utama adalah kita berharap pemerintah bisa melakukan
26:39juga terobosan untuk jenset tadi atau golongan yang merupakan sekarang ini menjadi tulang kundung dari perekonomian
26:47yaitu golongan menengah.
26:49Dengan kondisi income mereka yang saat ini menjadi turun dan kurang lebih kalau nggak salah terjadi penurunan dari 21% menjadi 17%
26:57kapasitas kelompok menengah ini, itu menunjukkan bahwa daya beli mereka menjadi turun.
27:02Kalau daya beli mereka menjadi turun, otomatis properti adalah salah satu hal terakhir yang mereka pikirkan untuk dibeli.
27:09Makanya kita perlu minta ada mungkin satu terobosan.
27:14Kalau MBR kan nggak ada masalah sepanjang itu persediaan kreditnya siap.
27:18Tapi yang paling utama adalah gimana untuk golongan menengah ini misalnya apakah mereka mendapatkan
27:25subsidi hybrid yang kira-kira mungkin parung dari MBR gitu.
27:30Sehingga hubungannya tentu bisa dipasilitasi perbankan dengan sedikit subsidi misalnya.
27:36Sehingga mereka bisa bergerak, ekonomi juga sama-sama bergerak.
27:40Karena jangan lupa bahwa properti adalah salah satu lokomotif perekonomian di Indonesia.
27:46Lebih dari 184 industri yang akan bergerak kalau properti juga bergerak.
27:52Jadi itu yang kita sama-sama saling hitung gitu.
27:56Baik, tapi dengan tadi yang sudah disampaikan Pak David, SRPI juga yang kompetitif.
28:00Kemudian apakah Anda melihat subsidi ataupun insentif yang diberikan sendiri
28:04lebih mengarah ke arah fiskal atau lebih ke moneter pun masih ada ruang terbuka begitu Pak David?
28:12Sorry nggak terdengar, putus-putus Mas Tras.
28:14Baik, nah kalau kita bicara mengenai insentif ataupun subsidi yang tadi disampaikan oleh Rey
28:19begitu ya terkait dengan sektor properti sendiri.
28:21Nah Anda melihat apakah masih ada ruang terbuka dari perbankannya sendiri
28:25atau kita bisa mencari subsidi ataupun insentif lain dalam bentuk fiskal
28:29yang akan diberikan oleh pemerintah kalau kita bicara mengenai insentif ataupun subsidi terhadap industri?
28:36Ya kalau dari perbankan memang tentunya ini market ya.
28:40Jadi supply dan demand ya.
28:43Ini kan suku bunga ditentukan oleh supply dan demand.
28:46Pasokan likuiditas dan juga demand terhadap likuiditas tersebut.
28:51Jadi sama seperti barang-barang yang lain lah.
28:53Ini kita di sektor jasa, intinya kan jualan likuiditas.
28:57Nah yang jelas, tadi saya sampaikan ketika bank sentral cendungan menaikan suku bunga
29:05ini trendnya malah berbalik, suku bunganya turun.
29:07Artinya kan saingannya cukup ketat di sektor finansial ini.
29:12Karena yang main kan juga bukan hanya bank.
29:14Multifinance dan seterusnya.
29:16Nah saya pikir mungkin dari sisi pemerintah bisa berperan lebih kuat lagi
29:21untuk menjaga ya daya beli masyarakat terutama untuk barang-barang tahan lama seperti
29:28property.
29:30Saya pikir ini bisa berperan dari sisi insentif fiskal ya.
29:33Dan juga mungkin pajak daerah itu kan juga banyak ya.
29:36IPHTB dan seterusnya itu juga bisa dijadikan salah satu fungsi stimulus juga.
29:44Dan saya pikir masih ada ruang kalau kita lihat kan tahun depan itu
29:48sebenarnya pemerintah, APBN ini kan dirancang oleh pemerintahan sekarang.
29:54Tapi kalau kita lihat itu masih diberikan ruang.
29:56Karena APBN kita itu hanya defisitnya 2,5% PDB tahun depan.
30:01Nah ini masih ada ruang 0,5%.
30:04Nah ini kelihatannya perlu ada lobby-lobby mungkin
30:09berbagai alahan terutama sektor property bisa juga melakukan lobby lah intinya ke pemerintah
30:20supaya ada insentif gitu ya untuk sektor ini.
30:23Karena masih ada ruang di sana dan kita tahu sektor ini salah satu penghelah juga
30:29dan mempunyai penghelah pertumbuhan dan punya multiplier efek tinggi ya.
30:33Kalau kita lihat kan daya serap tenaga kerjanya juga besar ya.
30:37Dan perlu dipikirkan juga ekosistem juga di sektor ini ya.
30:40Kalau saya pikir ya sektor property masih sekitar 14% ya dari ekonomi nasional ya.
30:47Naik sekitar 1-2%.
30:49Nah kalau misalnya kita ingin dorong sektor property misalnya seperti China bisa sampai 30% dari ekonominya.
30:56Tapi perlu dipikirkan ekosistemnya supaya jangan nanti yang masuk tuh justru banyak barang import gitu ya.
31:03Jadi misalnya macam-macam kan produk-produk kayak proper.
31:09Jadi kritisasi di sektor ini juga perlu dipikirkan gitu ya.
31:14Oke itu dia beragam upaya begitu nampaknya terus dilakukan oleh pemerintah
31:18baik dari sisi monitor kemudian juga fiskal ya.
31:20Mungkin masih ada ruang terbuka dalam APBN begitu di tahun depan
31:24dan juga mungkin relaksasi juga akan diberikan sampai dengan akhir tahun
31:27meskipun nanti juga ada masa transisi nih ke pemimpinan nasional pada bulan Oktober mendatang.
31:33Baik sayang sekali waktu terbatas ini Pak David Summel terima kasih banyak
31:36atas insight dan juga rekomendasi yang sudah Anda sampaikan kepada pemirsa pada hari ini.
31:40Pak Bambang terima kasih juga atas insight yang sudah berikan terkait dengan sektor property
31:44dan semoga tadi ada win-win solution juga nih baik dari sisi monitor maupun kebijakan fiskalnya
31:50untuk sektor property Indonesia ke depan.
31:52Selamat melanjutkan aktivitas Anda kembali, salam sehat dan terima kasih.
31:55Terima kasih Mas Bas, terima kasih Pak Bambang.

Recommended