Bujet Janggal Pemerintah Jakarta

  • 2 years ago
TEMPO.CO - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan harus mengevaluasi skema perencanaan dan kinerja para kuasa pemegang anggaran di bawah kendalinya, agar pos-pos belanja janggal tak ada lagi. Terungkapnya sejumlah rencana belanja bernilai besar namun tak sesuai dengan kebutuhan menjadi cermin buruknya administrasi dan tata kelola pemerintahan.

Kasus anggaran janggal terungkap setelah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI), William Aditya Sarana, berceloteh di Twitter mempertanyakan anggaran Dinas Pendidikan DKI Jakarta untuk membeli lem merek tertentu senilai Rp 82,8 miliar. Bukan cuma lem, ada temuan belanja pulpen senilai Rp 123,8 miliar, pembelian peranti penyimpanan data komputer dan server hingga Rp 65,9 miliar, dan pengadaan ratusan komputer dengan harga Rp 15 juta per unit.

Nilai belanja barang-barang tak penting tapi dengan bujet ekstra-besar itu menimbulkan pertanyaan, terutama mengenai aspek kewajarannya. Terbukti, belakangan kepala dinas yang berwenang mengatakan ada kesalahan saat mengisi data untuk dokumen rancangan Kebijakan Umum Anggaran-Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2020. Yang mengejutkan adalah pengakuan dari pejabat administrasi, yang menyatakan dirinya asal memilih komponen belanja agar segera memenuhi pagu anggaran.

Menghadapi kondisi tersebut, Gubernur Anies tak boleh berdiam diri atau hanya berkelit dengan menyebutkan E-budgeting, sistem pengisian anggaran secara online, tidak sempurna karena masih mengandalkan manusia yang rawan kealpaan. Dia seharusnya bertindak tegas menegur atau memberikan sanksi kepada pejabat ataupun pengunggah data yang bekerja asal-asalan, tak memiliki komitmen untuk menjalankan tata kelola administrasi dengan baik.


Jika sadar ada kelemahan dalam sistem E-budgeting, Anies tak sepantasnya hanya mengeluh dan menyalahkan pejabat sebelumnya. Segeralah perbaiki, agar sistem yang dirancang untuk memudahkan pekerjaan itu juga memiliki perangkat pengawasan atau peringatan tatkala ada mata anggaran atau nilai belanja yang tidak wajar. Sebagai gubernur, Anies juga bisa melecut para kepala dinas dan pejabat di bawahnya untuk terus memelototi pencatatan anggaran yang menjadi tanggung jawabnya.
Sikap Anies yang menyatakan tidak akan membuka rancangan KUA-PPAS 2020 juga menimbulkan pertanyaan ihwal komitmennya terhadap transparansi anggaran. Tertutupnya akses publik menimbulkan peluang besar timbulnya kesalahan dan terutama penyelewengan anggaran. Sebagai kepala daerah, tak sepatutnya dia khawatir akan kontroversi yang muncul jika mekanisme penyusunan anggaran dibuka kepada publik. Anies justru harus membuktikan kepada publik jika prosedur penyusunan anggaran di lembaganya andal dan bisa dipertanggungjawabkan.

Kasus yang terjadi di Jakarta sangat mengkhawatirkan, mengingat sistem dan tata kerja yang diterapkan pemerintah Ibu Kota seharusnya lebih baik dibanding daerah lain. Jika sistem digital saja memiliki celah untuk kesalahan, atau bahkan penyelewengan seperti korupsi dan penggelembungan anggaran, bagaimana dengan daerah yang masih menerapkan administrasi konvensional?

Subscribe: https://www.youtube.com/c/tempovideochannel

Official Website: http://www.tempo.co
Official Video Channel on Website: http://video.tempo.co
Facebook: https://www.facebook.com/TempoMedia
Instagram:https://www.instagram.com/tempodotco/
Twitter: https://twitter.com/tempodotco
Google Plus: https://plus.google.com/+TempoVideoChannel