Saat PDIP dan Gerinda Saling Kalim Dukungan RI-1_ Apakah Suara _Perubahan_ Anies Membuanya Menjadi Kuda Hitam Atau Hanya Kuda Liar_

  • 10 bulan yang lalu
Panggung politik kembali berguncang dan mencuri perhatian.

Kali ini arusnya membawa kita pada perjalanan politik seorang Anies Baswedan, seorang tokoh yang secara bertahap telah membentuk persepsi publik tentang dirinya dalam dua momen krusial: Pilgub DKI Jakarta 2017 dan Pilpres 2024 yang tengah mendatang.

Terkait elektabilitas, Anies Baswedan berada di posisi ketiga dalam berbagai survei.

Namun, pendukungnya tetap memeluk optimisme yang kuat, merujuk pada perbandingan dengan Pilgub DKI Jakarta 2017 di mana Anies juga bukan nomor satu dalam survei, namun akhirnya keluar sebagai pemenang.

Namun, apakah perbandingan ini sepenuhnya relevan dalam situasi Pilpres 2024?

Pilgub DKI Jakarta 2017 telah membekas dalam ingatan banyak orang.

Pemilihan ini membawa cahaya sorot internasional dan menjadi fokus para ilmuwan politik terkemuka, seperti Francis Fukuyama.

Meski kontroversial, pilgub ini menjadi tonggak bagi pendukung Anies, yang melihatnya sebagai bukti kesuksesan dan harapan.

Namun, adakah perbedaan signifikan antara kedua situasi ini?

Mengutip hasil riset, penurunan polarisasi dalam politik pasca bergabungnya Prabowo Subianto ke koalisi pemerintah membawa konsekuensi yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Dalam Pilgub DKI 2017, Anies memiliki massa militan dan dukungan vital dari tokoh agama yang signifikan. Namun, dalam Pilpres 2024, dinamika ini telah bergeser.

Permainan politik saat ini tidak hanya berkutat pada personalitas, tetapi juga mempertimbangkan dukungan Presiden Jokowi.

Pertarungan klaim antara PDIP dan Partai Gerindra atas dukungan RI-1 menjadi fokus utama.

Di tengah semua ini, Anies harus menghadapi fakta bahwa posisinya saat ini tidak menguntungkan.

Satu hal yang harus diingat adalah bahwa Anies keluar sebagai pemenang dalam putaran kedua Pilgub DKI 2017.

Namun, saat ini ia akan berhadapan dengan massa yang mendukung Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto secara bersamaan.

Dalam konteks ini, argumentasi bahwa Pilgub DKI 2017 adalah refleksi langsung dari Pilpres 2024 bisa jadi terlalu sederhana.

Sebuah variabel menarik dalam pertimbangan ini adalah temuan survei dari lembaga berbasis di Australia, Utting Research.

Survei ini mengungkapkan bahwa mayoritas responden menginginkan perubahan dalam kepemimpinan, baik itu dalam bentuk berkelanjutan atau penuh perubahan.

Anies Baswedan, dengan narasi perubahannya, mungkin memiliki peluang yang signifikan jika hasil survei ini dapat diandalkan.

Namun, pada akhirnya, apakah Anies Baswedan akan menjadi kuda hitam yang mengejutkan semua atau hanya menjadi kuda liar yang sulit untuk ditebak, bergantung pada keakuratan dan representativitas survei tersebut.

Dalam dunia politik yang kompleks dan tak terduga, cerita ini mengajarkan kita bahwa kemenangan atau kekalahan tidak selalu ditentukan oleh nomor survei, tetapi juga oleh kecerdasan strategi dan persepsi publik.

Penulis: Latifudin

#POLITIK