Klaim Curang Dana BPJS

  • 2 years ago
TEMPO.CO - PERNYATAAN Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto bahwa ada dokter yang berlaku curang dalam menagih biaya pengobatan kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan layak dicermati. Jika benar, praktik lancung yang turut menyebabkan tekornya keuangan BPJS Kesehatan itu harus dibongkar dan dihentikan.

Sejak beroperasi pada Januari 2014, BPJS Kesehatan terus dirundung kekurangan dana. Pada 2014, keuangan lembaga itu defisit Rp 1,54 triliun. Tahun ini, kas mereka terancam tekor hingga Rp 32 triliun. Tanpa pembenahan menyeluruh, BPJS Kesehatan bakal bangkrut total.

Besarnya biaya pengobatan penyakit berat, seperti kanker, jantung, dan gagal ginjal, kerap menjadi alasan. Tak sedikit pula peserta BPJS yang mendaftar ketika sakit, lalu berhenti membayar iuran setelah mendapat pelayanan kesehatan.

Belakangan terungkap juga bahwa defisit anggaran BPJS disebabkan oleh kecurangan sejumlah rumah sakit dalam mengajukan tagihan. Mereka mengklaim tagihan untuk kategori kelas perawatan atau tindakan medis yang lebih tinggi dari yang seharusnya.

Dalam catatan BPJS Watch, ada 586 ribu perempuan di Indonesia yang melahirkan dengan operasi caesar pada Januari-November 2018. Jumlah klaim BPJS untuk tindakan ini mencapai Rp 3,2 triliun. Angka itu menunjukkan bahwa jumlah persalinan dengan caesar tersebut lebih dari dua kali lipat persalinan normal. Padahal, berdasarkan angka Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), jumlah persalinan caesar lazimnya hanya 20 persen dari persalinan normal.

Ikatan Dokter Indonesia menyingkap sisi gelap lain penggunaan dana BPJS Kesehatan oleh rumah sakit, yakni praktik re-admission alias pendaftaran pasien secara berulang. Ketika seorang pasien datang ke rumah sakit, dokter melayaninya lalu meminta pasien itu pulang sebelum sembuh. Tak lama kemudian, pasien berobat lagi ke rumah sakit. Dengan cara itu, rumah sakit bisa mengklaim biaya ke BPJS lebih dari satu kali.

Untuk menambal defisit yang terus melebar, pemerintah tak cukup hanya mengambil jalan pintas dengan menaikkan iuran hingga 100 persen. Kenaikan iuran mulai awal 2020 itu tak akan mengatasi persoalan defisit bila pengelolaan dana BPJS tak dibenahi. Apalagi, setelah iuran dinaikkan, bisa jadi banyak peserta yang malas atau tak mampu membayar. Tanpa perbaikan pelayanan BPJS Kesehatan, orang yang mampu membayar lebih mahal pun bisa beralih ke asuransi swasta.
Banyak hal yang perlu dibenahi, baik di sisi manajemen BPJS Kesehatan maupun rumah sakit. Di sisi BPJS Kesehatan, perlu pembenahan sistem penagihan iuran, kejelasan manfaat yang diterima pasien, dan proses verifikasi klaim. Pengawasan atas pengelolaan iuran BPJS juga harus diperketat. Tak boleh ada celah sedikit pun yang memungkinkan pemborosan, apalagi penggelapan.

Kementerian Kesehatan harus memastikan berhentinya penyelewengan dana BPJS oleh rumah sakit. Untuk itu, Kementerian perlu melakukan audit administratif dan audit pelayanan medis. Pada saat yang sama, organisasi profesi kedokteran harus mengawasi dan menindak anggotanya yang berlaku lancung.

Tanpa pembenahan total serta pengawasan yang ketat, defisit keuangan BPJS Kesehatan akan sulit dipersempit. Ujungnya, cita-cita memberikan jaminan kesehatan bagi seluruh masyarakat pun bakal sulit terwujud.

Subscribe: https://www.youtube.com/c/tempovideochannel

Official Website: http://www.tempo.co
Official Video Channel on Website: http://video.tempo.co
Facebook: https://www.facebook.com/TempoMedia
Instagram:https://www.instagram.com/tempodotco/
Twitter: https://twitter.com/tempodotco
Google Plus: https://plus.google.com/+TempoVideoChannel