• 2 tahun yang lalu
Pengusaha gula merah Sakri (52) di Banjar Pebuahan, Desa Banyubiru, Kecamatan Negara melakoni usaha sejak tahun 1986.

Pria asal Banyuwangi itu merantau 1994 ke Bali hingga kini akhirnya menetap di Jembrana. Musibah terjadi pada tahun 2017, dimana dia mengalami kelumpuhan yang tidak diketahui penyebabnya selama 1 tahun.

Saat itu ia dibantu 9 orang untuk memasarkan gula merahnya. Tahun 2018 akhirnya Tuhan mengizinkan Sakri untuk bisa bangkit dari sakit dan kini bisa bekerja memproduksi gula merah sendiri.

Bahkan, anaknya yang kedua dan ketiga kini malah pandai memanjat pohon kelapa di kebun kelapa yang dikontrak dengan salah seorang warga pemilik lahan.

"Produksi gula merah Bali semi dari sadapan kelapa dalam 1 hari bisa dilakukan 2 kali untuk 50 pohon. Dengan produksi dalam 1 hari bisa mencapai 5-6 kwintal. Kekurangan itu diambil dari produk luar Bali untuk bisa mencapai target memenuhi kebutuhan gula merah Bali," paparnya.

Untuk pemasarannya dilakukan di seluruh wilayah Bali. Dengan jenis 2 produksi dengan jenis gula Bali biasa dan ada juga gula Bali asli. Gula merah Bali semi itu dikenal dengan gula campuran olah dasar dari Jawa kemudian diolah dengan campuran sadapan kelapa dari Bali. Sedangkan yang ori merupakan produk asli dari Bali.

Ia mengatakan konsumen lebih suka yang gula Jawa karena harga terjangkau. Harga itu kisaran Rp.13.000 per kilo. Gula merah Bali asli/ori harga Rp.14.000 per kilo. Kedua jenis gula itu hingga kini masih diburu para konsumen.

Ia mengaku kendalanya adalah saat musim hujan dimana para pemanjat harus berani karena mengejar target produksi gula merah semi dan gula merah Bali asli.

Kebutuhan gula merah di Bali dalam sehari bisa mencapai 1 ton jika di hari raya malah mencapai 3-4 ton per hari.

Dianjurkan