proses pembuatan gula aren desa pedawa

  • 3 tahun yang lalu
Desa Pedawa di dataran tinggi Buleleng, Bali Utara ini dulu terkenal dengan kebun aren dan kopi. Namun, industri cengkeh membuat warga mengganti tutupan kebunnya yang berada di perbukitan.

Kini, romansa gula aren kembali hadir karena kesadaran sejumlah warganya yang secara tradisi sangat lekat dengan pohon aren. Bahkan secara ekologis pohon ini menjaga sumber-sumber air sekitarnya.

Salah satunya Pan Kabe, usianya sudah lanjut. Dia menjaga kebunnya dengan keragaman tumbuhan yang sejak dulu ada, seperti aren, bambu, dan sejumlah pohon buah. Saat ini kebunnya jadi ‘harta karun’ yang tersisa dari masa puluhan tahun lalu sebelum cengkeh tiba di Pedawa.

Putu Yuli adalah generasi penerus yang tertarik untuk mempertahankan tradisi memuliakan aren ini. Dia asli dari Pedawa.

Dalam sebuah treking bersama belasan pengunjung wisata, Yuli mengajak mereka kembali ke masa lalu Desa Pedawa. Dia menunjukkan beragam alat tradisional dari memanjat pohon sampai pengolahan nira aren.

Dia memperlihatkan pangolin atau tangga bambu untuk memanjat pohon aren. Panen dimulai dengan membersihkan buahnya, tangkai aren dibuka, lalu memukul-mukulnya. Kegiatan ini tak sembarang hari, harus cari hari baik.

Jika bunga (puji) aren berwarna kekuningan baru nira siap dipanen. Puji diikat dan dipukul dengan batang dadap setiap 5 hari sekali selama 7 kali. Setelah 35 hari puji dipotong. Tiga hari kemudian baru proses ngiris atau mengambil air nira.

Pisau pengiris pun khusus, pisau yang tak boleh dipergunakan sembarangan. Pisau ini dipasupati petani. Diberikan sesajen dan di rawat bak benda sakral.