Mengenal STOVIA yang Lahir dari Wabah.

  • 3 tahun yang lalu
KOMPAS TV-STOVIA (School tot Opleiding van Indische Artsen) berperan penting dalam pergerakan perjuangan bangsa Indonesia. STOVIA merupakan Sekolah untuk pendidikan kedokteran bagi rakyat pribumi pada zaman Hindia Belanda.

Pelopornya adalah sekolah Dokter Djawa .Sekolah Dokter Jawa sendiri dibuka pada tahun 1851. Sekolah dokter jawa berdiri atas dasar pertimbangan untuk,mendirikan sekolah khusus petugas vaksin untuk penanganan wabah cacar di sepanjang pantai utara pulau jawa dan wilayah karesidenan Banyumas.

Mengutip situs provinsi DKI Jakarta, menjelang pada akhir abad ke-19 atau 1902, Sekolah Dokter Djawa ditransformasikan ke dalam STOVIA.

Tujuan STOVIA didirikan adalah untuk mencetak tenaga medis di di daerah . Selain itu pula bertugas di rumah sakit tentara Batavia

Pada awalnya pendidikan di STOVIA diwajibkan mengenakan pakaian daerah, baju, kain, blangkon, dan tanpa alas kaki

Bahasa pengantar dalam proses pembelajaran di sana menggunakan bahasa belanda

Sehingga para muridnya harus ikut kursus dari sekolah angka satu,yaitu golongan priyayi.

Banyak siswa STOVIA berasal dari keluarga kurang mampu. Sehingga sempat dianggap sebagai sekolah orang miskin.

Waktu tempuh pendidikan di STOVIA awalnya selama dua tahun,tapi berubah

Sejak 1875 menjadi enam tahun.

Di STOVIA, pada 1902 kelulusannya dianggap sebagai dokter dengan gelar inlandse arts.

Pada 1913, apabila sebelumnya lulusannya memperoleh gelar dokter jawa diubah menjadi inlandsch arts yang artinya dokter bumiputera atau pribumi,mereka mempunyai wewenang mempraktekkan ilmu kedokteran seluruhnya termasuk ilmu kebidanan.

Dalam perkembangannya, stovia menjadi sekolah yang mendidik dokter bumiputera dan bukan hanya dokter jawa.

Gedung stovia awalnya terletak di hospitaalweg, kemudian pada 5 juli 1920 semua pendidikan dipindahkan ke Salemba

yang sekarang lebih dikenal masyarakat dengan nama Fakultas Kedokteran Universitan Indonesia.

Sementara bangunan hospitaalweg dipakai untuk asrama siswa. Penggunaan gedung STOVIA sebagai tempat kegiatan pembelajaran berakhir setelah pendudukan jepang ada 1942.(*)

Grafis: Agus Eko Apriyanto

Dianjurkan