Indonesia Akan Kepayahan Hindari Resesi?

  • 4 tahun yang lalu
JAKARTA, KOMPAS.TV - Pandemi Covid-19 berlanjut, resesi menjemput.

Pelonggaran sosial berskala besar ternyata belum terbukti ampuh menggerakan perekonomian.

Buktinya adalah data Badan Pusat Statistik (BPS).

Pada bulan Agustus, Indonesia masih deflasi sebesar 0,05 persen, mengecil dari deflasi bulan juli di 0,1 persen.

Deflasi dipicu oleh turunnya harga sejumlah kelompok pengeluaran terutama kelompok makanan dan minuman serta transportasi yang mengindikasikan lesunya permintaan di tengah pandemi Covid-19.

"Kemungkinan besar di kuartal ketiga itu negatifnya itu lebih mengecil, dari 5,2 mungkin ke minus 2 persen ya kurang lebih. Mudah-mudahan ada perbaikan," kata Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia, Hariyadi Sukamdani.

Alih-alih data ekonomi sesuai harapan, indikator kesehatan Indonesia justru memburuk akibat pandemi.

Dari tanggal 25 Agustus sampai 1 September, angka positif konsisten di atas 2.000 orang.

29 agustus adalah rekor tertinggi dengan penambahan kasus 3.308.

Bagaimana dengan ekonomi pada situasi seperti itu?

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto memberi konfirmasi, pemerintah memprediksi pertumbuhan ekonomi kuartal III akan -1 persen, sedikit lebih optimis ketimbang proyeksi pengusaha di -2 persen, intinya sama-sama resesi.

"Pertumbuhan kita masih positif meskipun sangat tipis sekali, 0,22 persen. Dan kita terus berupaya untuk mengatasi ini supaya tidak terjadi pertumbuhan yang negatif," kata Ketua Gapmmi dan CEO Niramas Utama, Adhi Lukman.

Ekonomi dan kesehatan tidak bisa di-trade off, tarik ulur tidak akan berbuah optimal.

Ketika penanganan aspek kesehatan belum optimal, masyarakat kelas menengah yang menopang konsumsi nasional cenderung memilih menabung ketimbang membelanjakan uangnya.