• 5 tahun yang lalu
Kondisi empat gua yang masih utuh itu terbengkalai. Baik papan penunjuk ataupun sekadar papan peringatan atau ilustrasi singkat sejarah gua tersebut sudah usang.

Berdasarkan sejumlah sumber literatur, gua gua tersebut merupakan bekas lokasi persembunyian masyarakat dan harta benda mereka ketika serdadu Jepang memasuki perkampungan untuk merampas harta mereka. Masyarakat bahkan ada yang menjadikan gua itu sebagai persembunyian selama berhari hari dengan membawa bekal secukupnya.

Ketika tentara Jepang telah pergi, mereka kembali lagi ke rumah. Sejak Jepang angkat kaki dari Nusantara, gua gua itu kini tak lagi dipakai.

Keberadaan gua di tepi jalan raya itu sebenarnya sangat mudah dijangkau. Namun, saat zaman jepang, gua gua itu tertutup rerimbunan semak yang tak terlihat oleh mata secara sekilas.

Pantauan Solopos.com, gua itu memiliki lebar 3 meteran dan panjang lebih dari 10 meter. Bahkan, ada yang panjangnya mencapai 20 meter dengan ketinggian dua meter lebih. Saat musim hujan, gua itu kerap dipakai warga yang mencari rumput untuk berteduh.

Manadi, 76, salah satunya. Warga Dusun Ngeblak, Desa Tanjung, Klego, ini setiap hari beristirahat di dalam gua itu selepas mencari rumput. Ia sama sekali tak waswas jika sampai terjadi hal-hal fatal, seperti longsor. "Kalau longsor, ya sejak dahulu mestinya sudah rusak," katanya.

Manadi sangat menyayangkan kondisi gua yang tak terawat dan kotor itu. Padahal, kata dia, gua itu bukti sejarah dan saksi usaha warga Klego menyelamatkan diri dari kejaran penjajah Jepang dengan bersembunyi di dalam gua. "Sekarang kondisinya ya seperti itu. Kadang dipakai berdua-duaan pasangan muda mudi," katanya.

Ia mengusulkan agar gua itu dibangun atau setidaknya diberi papan peringatan, dan papan ilustrasi sejarahnya. Ia yakin dengan demikian anak-anak generasi muda tetap bisa mengenang gua itu sebagai saksi bisu sejarah.