Profil Tuanku Imam Bonjol

  • 5 tahun yang lalu
TRIBUN-VIDEO.COM - Tuanku Imam Bonjol atau bernama Muhammad Shabab, Muhammad Syabab, Peto Syarif atau Malim Basa adalah seorang tokoh pahlawan nasional yang berasal dari Sumatera Barat, Indonesia.

Tuanku Imam Bonjol lahir di Bonjol, Pasaman, Sumatera Barat pada 1772.

Orangtua dari Imam Bonjol adalah Bayanuddin dan Hamatun.

Tuanku Imam Bonjol wafat pada 6 November 1864 di Manado, Sulawesi Utara.

Ayahnya adalah seorang alim ulama dari Sungai Rimbang, Suliki.

Imam Bonjol belajar agama di Aceh pada tahun 1800-1802, dia mendapat gelar Malin Basa.

Sebagai ulama dan pemimpin masyarakat setempat, Tuanku Imam Bonjol memperoleh beberapa gelar, antara lain yaitu Peto Syarif, Malin Basa, dan Tuanku Imam.

Tuanku nan Renceh dari Kamang, Agam sebagai salah seorang pemimpin dari Harimau nan Salapan yang menunjuknya sebagai Imam (pemimpin) bagi kaum Padri di Bonjol.

Ia sendiri akhirnya lebih dikenal masyarakat dengan sebutan Tuanku Imam Bonjol.

Masa Awal Tuanku Imam Bonjol

la mendapat pendidikan agama dari ayahnya, Buyanuddin dan dari beberapa orang ulama lain, seperti Tuanku Koto Tuo dan Tuanku Nan Renceh dari daerah Agam.

Tuanku Imam Bonjol tumbuh dewasa pada waktu daerah Sumatra Barat dilanda oleh perang saudara antara golongan Padri dengan golongan adat.

Golongan paderi yang dipengaruhi oleh gerakan Wahabi di Tanah Arab, berusaha membersihkan ajaran agama dari penyelewengan dan mengembalikannya sesuai dengan ajaran Islam yang murni.

Tantangan datang dari golongan adat yang melihat gerakan baru itu sebagai bahaya terhadap kedudukan mereka.

Apabila gerakan Padri berhasil, maka golongan ulamalah yang akan berkuasa, padahal pada masa-masa sebelumnya golongan adatlah yang berkuasa.

Golongan adat yang merasa kedudukannya terancam, mencari bantuan pihak lain, yakni Inggris yang ketika itu menguasai pesisir barat Sumatra.

Usaha mereka tidak berhasil, bahkan sebaliknya Inggris menjual senjata kepada golongan Padri.

Situasi menjadi berubah ketika pesisir barat Sumatra, sesuai dengan Perjanjian London, dikembalikan kepada Belanda.

Dalam perjanjian tahun 1821 antara Belanda dan kaum adat, Belanda berjanji akan membantu golongan adat untuk menghabisi kaum Padri.

Sepasukan tentara Belanda akan ditempatkan di pedalaman Sumatra Barat.

Meski, Belanda hanya berkuasa di daerah pesisir.

Dengan perjanjian tahun 1821, maka Belanda melancarkan perang di Sumatra Barat.

Pertempuran pertama berkobar di Sulit Air, dekat danau Singkarak, dan kemudian berkobar di tempat-tempat lain dalam waktu yang cukup lama.

Sementara itu Imam Bonjol sudah tumbuh menjadi ulama terkemuka di daerah Alahan Panjang dengan pusatnya di Bonjol.

Dalam pertentangan antara golongan paderi dengan golongan adat, Imam Bonjol berdiri di pihak Padri.

Dalam usahanya mengembangkan pemahamannya, ia lebih banyak menjalankan cara persuasi, karena itu pertentangan antara kedua golongan itu di daerah Alahan Panjang tidak terjadi sehebat di daerah-daerah lain.

Bahkan Imam Bonjol berhasil pula mengembangkan agama Islam ke beberapa daerah di Tapanuli Selatan.