Menjerat Koruptor supaya Jera

  • 5 tahun yang lalu
PERILAKU korup pejabat daerah di Tanah Air layak disebut kronis. Ia sulit diberantas meski telah banyak yang masuk bui. Pejabat teranyar yang bebal malu dan takut itu ada di Karawang, Jawa Barat.

Bupati Karawang Ade Swara bersama dua orang lainnya ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi, Jumat (18/7) dini hari. Pada Kamis (17/7) malam, di rumah dinas Ade juga telah ditangkap lima orang lainnya, termasuk istri dan adik sang bupati. Dalam penangkapan itu disita uang miliaran rupiah yang diduga merupakan alat penyuapan untuk pemberian izin lahan.

Dengan operasi itu, berarti sejak Mei 2014, tiap bulan ada saja bupati yang terjerat operasi tangkap tangan KPK. Pada 7 Mei lalu, Bupati Bogor Rahmat Yasin ditangkap terkait dengan kasus izin rencana umum tata ruang Bogor, Puncak, dan Cianjur. Rahmat diduga menerima suap Rp4,5 miliar untuk tukar guling lahan hutan seluas 2.754 hektare di Kabupaten Bogor.

Sebulan setelahnya, pada Juni di Jakarta, Bupati Biak Numfor Yesaya Sombuk ditangkap dengan modus ijon proyek. Berdasarkan kesaksian sendiri, Bupati menerima suap dalam dua tahap dengan total uang haram sekitar US$137 ribu (sekitar Rp1,5 miliar).

Daftar hitam pejabat korup makin panjang jika dihitung sejak sistem pemilihan umum kepala daerah secara langsung digelar mulai 2004. Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri, sebanyak 318 kepala daerah dan wakil kepala daerah tersangkut kasus korupsi.

Sesungguhnya tidak terlampau mengherankan bila semakin banyak pejabat korup. Bagaimana tidak? Kebanyakan para pesakitan justru menerima vonis ringan. Belum lagi para koruptor masih dapat hidup mewah karena harta hasil korupsi masih dapat mereka nikmati.

Masih dalam pekan ini, misalnya, mantan Wakil Gubernur Sumatra Selatan Eddy Yusuf yang berbuat korup sehingga mengakibatkan kerugian negara Rp1,6 miliar hanya divonis 1,5 tahun. Eddy menilap dana bantuan sosial saat menjabat Bupati Ogan Komering Ulu (OKU) pada 2005-2010.

Begitu pula vonis yang diterima Bupati Ogan Komering Ulu Yulius Nawawi. Pada Kamis (17/7), Yulius yang telah menyebabkan kerugian negara sebesar Rp2 miliar saat menjabat Wakil Bupati OKU pada 2008 hanya divonis 1,5 tahun penjara.

Sudah saatnya sistem peradilan tindak pidana korupsi menjatuhkan hukuman maksimal bagi pejabat korup. Bukan itu saja, pemiskinan terhadap koruptor harus dilakukan dengan menerapkan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang. Dengan sistem itu, justru terdakwa yang harus membuktikan bahwa harta yang didapat bukan hasil tindak pidana.

Dalam beberapa kasus, pengadilan tipikor memang telah menjatuhkan hukuman berat bagi pejabat korup serta menjerat mereka dengan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang. Namun, penerapannya belum konsisten sehingga belum mampu menghadirkan efek jera.

Lebih jauh lagi pemberantasan pejabat korup juga harus dilakukan sejak akarnya. Telah banyak ahli mengungkapkan bahwa pemilu kada langsung ikut menyuburkan praktik korupsi.

Di beberapa daerah, pemilu kada secara langsung menyebabkan menggeliatnya dinasti politik. Oleh karena itu, kita mendukung peninjauan ulang sistem pemilu kada langsung.

Satu resep tak mungkin mujarab menyembuhkan sebuah penyakit kronis. Kita membutuhkan banyak resep agar penyembuhan dan pencegahan penyakit kronis bernama korupsi mujarab hasilnya.

Dianjurkan